Selasa, 05 Oktober 2010

Tertekan

TERTEKAN



Seorang ibu merasa bersalah karena telah memaksa kehendaknya agar putrinya
berbalik kepada suami, demi menyelamatkan perkawinan. Suami meminta diberi
kesempatan sekali saja dan berjanji untuk memperbaiki dirinya. Namun apa daya
trauma perkawinan tidak bisa terhapuskan. Karena rasa bersalah ini, membuat ibu
merasa berdosa, tertekan dan depresi. Kisah ini kontradiksi dengan kisah
Matius.

"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di
rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius
lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak
pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan
murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka
kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut
cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat
yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti
firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena
Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat
9:9-13).

Reaksi spontan ketika Matius dipanggil Yesus, Matius tidak buang-buang waktu.
Ini suatu arah yang baik, lalu siap sedia tanpa pikir panjang, karena Yesus
adalah sosok diri pribadi yang lain. Selama Matius mengikuti Yesus dididik
secara pribadi dan hasilnya seperti di dalam ayat-ayat Matius. Keberhasilan
Yesus dalam mendidik rasul-rasul khususnya Matius sebagai pemungut cukai.
Perubahan dari demensi persona (pribadi), dia juga mengakui telah berbuat dosa,
dan dia bisa menerima diri apa adanya. Orang yang bisa menerima diri apa
adanya, bisa memanfaatkan kabar gembira. Dari demensi teologis dapat memahami
kesalahan, dan dalam pergaulan orang Yahudi yaitu berupa pengucilan sebagai
hukuman dari Allah. Tetapi berkat didikan dari Yesus, dia berhasil keluar dari
rasa bersalah itu.

Setelah ibu ini didoakan dan berserah kepada Tuhan Yesus, dan menerima diri apa
adanya, sehingga dia merasakan suka cita adanya, dan kelegaan hati.


Kerahiman Tuhan lebih besar dari dosa manusia. Kalau kita menemukan dosa dalam
diri kita, sehingga kita tidak mampu bergerak secara leluasa. Jadi yang
dikedepankan adalah kebaikan. Karena anugerah itu hal yang utama, sehingga akan
tumbuh dan berkembang, yaitu kita mampu mengatasi rasa bersalah, juga rasa
minder.

Kalau melihat dari dimensi interpersonal komiter, bagaimana hubungan Matius
dengan Yesus, seperti dalam Mat 18. 20:"Sebab di mana dua atau tiga orang
berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." Juga Tuhan
Yesus tidak pernah meninggalkan kita, dapat dilihat dalam Mat. 28: 19-20:
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu
yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman."


Marilah kita mohon agar sabda Tuhan kita dididik langsung untuk menghindarkan
kesalahpahaman tentang sabda Allah, dan memerangi rasa bersalah dan rasa
minder.


Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.

Nita Garot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar