Sabtu, 30 Oktober 2010

Kualitas Pujian

Kualitas Pujian

Mazmur 111 : 1–10

111:1. Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam
lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.
111:2 Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang
menyukainya.
111:3 Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap untuk
selamanya.
111:4 Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu
pengasih dan penyayang.
111:5 Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat
untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya.
111:6. Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya, dengan memberikan
kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa.
111:7 Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh,
111:8 kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan
kejujuran.
111:9 Dikirim-Nya kebebasan kepada umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya
perjanjian-Nya itu untuk selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat.
111:10 Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya
berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.


Di televisi, dapat kita saksikan berbagai hal menakjubkan yang dilakukan oleh
akrobat. Berjalan di atas tali menyeberang gedung dan gunung, melompat dari
ketinggian ke atas permukaan air yang sangat dangkal, juggling pisau tajam di
atas sepeda roda satu, dan sebagainya. Pujian otomatis keluar dari bibir setiap
orang. Itulah yang terjadi dalam fenomena umum di masyarakat kita. Demikian juga
ketika kita mengalami atau menyaksikan kebaikan seseorang, kita akan memuji
orang tersebut. Lalu bagaimana pujian kita kepada TUHAN, Sang Khalik?

Kita harus memuji TUHAN! Setujukah Saudara dengan kalimat tersebut? Benarkah
kita harus memuji TUHAN? Tidak. Kita pasti memuji TUHAN, bukan harus. Kata
"harus" memberi pengertian suatu perintah, peraturan atau adanya dorongan dari
pihak luar—bahkan hukum yang harus dijalankan. Jadi seolah-olah memuji TUHAN itu
suatu perintah. Padahal, memuji TUHAN seharusnya merupakan suatu keadaan yang
secara otomatis terjadi, atau berlangsung dalam kehidupan kita terus-menerus
tanpa adanya paksaan ataupun tekanan.

Kualitas dari pujian seseorang kepada TUHAN tergantung dari seberapa dalam orang
tersebut mengenal dan mengalami TUHAN. Jadi kalau ada seratus anggota gereja
yang bernyanyi memuji TUHAN, sebetulnya belum tentu seratus orang tersebut
memiliki kualitas pujian yang sama terhadap TUHAN. Bagi seseorang yang memiliki
pengalaman pribadi yang nyata dengan TUHAN dalam hidupnya setiap hari, kualitas
pujiannya pasti lebih baik dan tulus. Ironisnya, ada orang yang tidak memiliki
pengalaman pribadi dengan TUHAN lalu diajak memuji TUHAN. Maka pujian yang
keluar dari bibirnya hanya merupakan kata-kata indah tanpa makna. Bahkan tidak
mustahil, orang tersebut memuji TUHAN dengan terpaksa, bukan dari dasar hati
yang tulus dan benar.

Seharusnya kita memuji TUHAN bukan hanya karena kekuatan kuasa dan mukjizat-NYA,
tetapi juga karena kekudusan, hikmat, keadilan dan kecerdasan-NYA. IA mungkin
membawa kita ke lorong-lorong kehidupan yang penuh misteri. IA bisa saja
menuntun kita ke jalan yang tampaknya sulit dan tidak menyenangkan, dan kita
tidak tahu mengapa kita ada di situ, tetapi IA melakukan itu semua untuk
mendewasakan dan menyempurnakan kita. Mari kita belajar mengenal dan mengalami
TUHAN lebih dalam lagi, sehingga saat kita berseru, "Haleluya! Terpujilah
TUHAN!" kita menyerukannya dengan kualitas yang semakin tinggi setiap harinya.


Kualitas pujian seseorang tergantung pengenalan dan pengalaman kita terhadap
TUHAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar