Jumat, 15 Oktober 2010

Pelajaran Kepemimpinan dari Samuel (I)

PELAJARAN KEPEMIMPINAN DARI SAMUEL (I)

Samuel adalah pemimpin yang dipakai Allah secara luar biasa. Sebagai
seorang nabi terpilih, dia berhasil melaksanakan tugas-tugasnya
untuk memimpin bangsa Israel. Tidak hanya itu, dia mampu bertahan
melewati berbagai perubahan serta permasalahan yang dilalui
bangsanya. Apakah kunci dari kepemimpinannya ini? Untuk menjawabnya,
e-leadership mengundang Anda membaca artikel "Kunci Kepemimpinan
Samuel: Mendengarkan Suara Allah", yang mengupas awal perjalanan
hidup Samuel yang cukup unik serta karakter berkualitas yang
dimilikinya.

Jangan lewatkan pula kolom Inspirasi yang mengupas pelajaran lain
dari karakter Samuel. Kami juga mengulas situs "Christian Leadership
Ministry" yang dapat menjadi referensi tatkala Anda mencari
bahan-bahan bacaan seputar kepemimpinan. Mari kita belajar dari tokoh
besar ini dan menerapkannya dalam kepemimpinan kita!


Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur,
sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan. (Mazmur 37:37)

KUNCI KEPEMIMPINAN SAMUEL: MENDENGARKAN SUARA ALLAH

Seluruh kisah Samuel ini dapat dirangkum menjadi satu hal:
Kepemimpinan dimulai di rumah.

Kisah Samuel

Kehidupan Samuel, salah satu nabi terbesar Israel, bermula dengan
kisah yang unik. Kisah ini diawali dengan seorang Yahudi biasa dan 2
orang istrinya. Salah satu istrinya, Penina, memunyai beberapa anak.
Istrinya yang lain, Hana, tidak memunyai anak tapi sangat dikasihi
suaminya. Karena itu, Penina pun cemburu.

Meskipun Penina melahirkan anak-anak bagi suaminya (tujuan utama
atau simbol status seorang wanita dalam budaya Timur Tengah), dia
jengkel karena Hana yang mandul mendapatkan "dua bagian" [lihat
catatan redaksi di bawah] sajian ritual dari korban tahunan. Penina
yang iri hati, terus-menerus mengejek dan menghasut Hana. Hal ini
terjadi selama bertahun-tahun.

Hana tidak tahan lagi; dia menangis dan tidak mau makan. Lalu
Elkana, suaminya, berkata kepadanya: "Hana, mengapa engkau menangis
dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah
aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?"
(1 Samuel 1:8). Memang cukup sulit untuk menjawab pertanyaan Elkana
ini. Elkana mungkin bermaksud baik, sekalipun dia mengucapkan
kata-kata yang tidak enak didengar. Namun demikian, Hana tidak dapat
dihibur lagi. "... dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN
sambil menangis tersedu-sedu" (1 Samuel 1:10).

Imam Eli pada mulanya salah mengerti terhadap Hana yang
terus-menerus berdoa tanpa bersuara. Disangkanya, Hana sedang mabuk.
Akan tetapi, setelah mengetahui permasalahannya, dia lalu memberkati
Hana. Allah juga memberkatinya dan Hana pun memiliki seorang anak
yang dinamainya Samuel. Hana menepati nazar yang diucapkannya bahwa
dia akan mempersembahkan anaknya itu untuk melayani Allah. Ketika
Samuel baru berusia beberapa tahun (setelah anak itu cerai susu),
Hana membawanya kembali ke rumah Allah dan meninggalkannya di sana
untuk belajar kepada Imam Eli dan melayani Allah.

Belajar dari Samuel

Samuel lahir dari latar belakang yang unik ini. Saya menarik
kesimpulan bahwa pemeliharaan dan karya Allah turut bekerja di balik
proses pembentukan seorang pemimpin. Allah menggunakan keadaan kita
termasuk hal-hal duniawi pada masa kecil kita untuk membentuk dan
menguatkan kita. Kisah Hana juga menunjukkan peran iman dan doa
dalam mempersiapkan seorang pemimpin, dan peran penting dari seorang
ibu yang saleh. Tanpa Hana, Samuel pun tidak akan ada.

Jika kita cermati, titik awal pelayanan Samuel dimulai ketika dia
masih muda "Pada masa itu firman TUHAN jarang;
penglihatan-penglihatanpun tidak sering." (1 Samuel 3:1). Ini
merupakan tanda penolakan bangsa Israel. Namun pada suatu malam
Samuel mendengar suara yang membangunkannya dari tidur: "Samuel!"
Awalnya, Samuel pikir itu adalah Imam Eli yang memanggilnya, tapi
Eli akhirnya mengerti (setelah Samuel dipanggil tiga kali) bahwa
Tuhanlah yang memanggil Samuel. "Pergilah tidur dan apabila Ia
memanggil engkau, katakanlah: 'Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu
ini mendengar.'" (1 Samuel 3:9) Samuel benar-benar mendengarkan, dan
apa yang dia dengar adalah kutukan yang menakutkan atas keturunan
Imam Eli.

Pemimpin yang Mendengar

Salah satu ciri utama dari seorang pemimpin yang baik adalah
mendengarkan Allah. Jika kita hanya bergantung pada hikmat,
kekuatan, wawasan, atau tindakan kita, maka kita tidak akan mampu.
Kita perlu firman Tuhan. Daud, seperti yang bisa kita lihat dalam 1
Samuel, adalah seorang pemimpin yang saleh, yang dengan gigih
mencari dan menerima nasihat Allah untuk mengambil keputusan penting
dan terkadang hidupnya bergantung pada apa yang didengarnya dari
Allah.

Hal ini mungkin kedengarannya mudah. Namun jika ini benar-benar
mudah, mengapa kita mengabaikannya? Sesungguhnya kita sudah mendapat
pewahyuan dari Tuhan yang ditulis dalam bahasa kita, ditulis oleh
orang-orang yang digerakkan oleh Roh Kudus, dan celakalah kita jika
kita tidak mendengarkan firman Tuhan, baik di rumah, di gereja,
maupun di tempat kerja kita. Seberapa sering kita berkata,
"Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu mendengar"?

Pemimpin yang Menegur

Kita juga bisa belajar dari Samuel bahwa seorang pemimpin yang saleh
tidak takut mengatakan apa yang dia dengar. Keesokan harinya, Eli
bertanya kepada Samuel apa yang dikatakan Allah. Samuel, tentu saja
tahu Eli tidak akan suka mendengarkan kebenaran yang telah
diterimanya. Tapi Eli berpesan kepadanya, "Janganlah kausembunyikan
kepadaku. Kiranya beginilah Allah menghukum engkau, bahkan lebih
lagi dari pada itu, jika engkau menyembunyikan sepatah katapun
kepadaku dari apa yang disampaikan-Nya kepadamu itu." (1 Samuel
3:17)

Samuel muda mengulang kembali firman Allah bagi Eli, dan dengan
kejadian itu ia pun memulai kariernya sebagai nabi yang menegur
melalui nubuatan. Selanjutnya, dia harus menghadapi bangsa Israel
yang bersikukuh meminta seorang raja duniawi: "Pada waktu itu kamu
akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu, tetapi TUHAN tidak
akan menjawab kamu pada waktu itu" (1 Samuel 8:18). Dia juga akan
menghadapi Raja Saul yang memberontak yang melanggar perintah yang
sudah jelas dari Allah: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak
mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, ... Tetapi sekarang kerajaanmu
tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di
hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya,
karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN
kepadamu.... TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas
Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang
lebih baik dari padamu." (1 Samuel 13:13-14; 15:28). Seni
konfrontasi dengan mahir harus dikuasai oleh setiap pemimpin.

Keluarga sang Pemimpin

Walaupun dalam menghadapi seseorang tentu saja membutuhkan
kewaspadaan -- mengingat bahwa pemimpin yang pemberang adalah suatu
kecelaan (Titus 1:7) -- ada kalanya menolak melawan dosa itu pun
suatu dosa. Eli bersalah atas pelanggaran ini, dan sedihnya, bahkan
Samuel pun juga tidak sepenuhnya bebas dari kesalahan ini. Standar
Rasul Paulus dalam kepemimpinan menyatakan bahwa anak-anak seorang
pemimpin hendaknya "hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena
hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib." (Titus 1:6)

Seorang pemimpin yang memiliki anak memiliki
tanggung jawab untuk menjadi ayah yang baik. Walaupun tidak ada
jaminan khusus bahwa anak-anak orang-orang Kristen secara otomatis
akan diselamatkan, namun kita berhak berharap bahwa seorang pemimpin
yang saleh akan membesarkan anak-anaknya di dalam "ajaran dan
nasihat Tuhan" (Efesus 6:4). Samuel, sayangnya, memunyai anak-anak
yang "tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima
suap dan memutarbalikkan keadilan." (1 Samuel 8:3) Perbuatan jahat
yang merugikan ini memberi andil bagi keinginan bangsa Israel untuk
memiliki seorang raja: "Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel;
mereka datang kepada Samuel di Rama dan berkata kepadanya: 'Engkau
sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah
sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada
segala bangsa-bangsa lain.'" (1 Samuel 8:4-5) Hal ini tidak otomatis
membenarkan para tua-tua Israel untuk menolak Allah dan memilih
seorang raja.

Seluruh kisah Samuel ini dapat dirangkum menjadi satu hal:
Kepemimpinan dimulai di rumah. (t/Setya)

Catatan redaksi:

"Dua bagian" di sini didasarkan atas pembacaan dalam versi bahasa
Inggris. Dalam versi bahasa Indonesia (TB) tertulis "hanya satu
bagian". Perbedaan ini dikarenakan kata dalam bahasa Ibrani yang
diterjemahkan berbeda oleh Alkitab versi Inggris dan Indonesia.

Untuk catatan mengenai kata Ibrani tersebut baca NET Notes di:
==> http://alkitab.sabda.org/verse.php?book=9&chapter=1&verse=5&version=net

Untuk Alkitab versi bahasa Indonesia yang menggunakan penerjemahan
"dua bagian" di antaranya adalah versi Shellabear (1912): "Tetapi
kepada Hana diberikannya bagian dua orang karena dikasihinya akan
Hana tetapi telah dimandulkan Allah rahimnya."

Untuk versi-versi terjemahan Alkitab bahasa Indonesia lain, baca:
==> http://alkitab.sabda.org/verse.php?book=9&chapter=1&verse=5&version=tb

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul asli artikel: Samuel: Listen to the Voice of God
Nama situs: Fallacy Detective
Penulis: Chris Alexion
Alamat URL:
http://www.fallacydetective.com/chrisalexion/read/samuel-listen-to-the-voice-of-god

==================================**==================================
KUTIPAN

Seorang pemimpin bukanlah pengurus yang suka memerintah sesamanya,
melainkan seseorang yang membawakan air bagi orang-orangnya
agar mereka dapat meneruskan pekerjaan mereka.
(Robert Townsend)

=================================**===================================
INSPIRASI

TATKALA ANDA TIDAK DIHARGAI

Samuel memiliki kepribadian setegar Gunung Everest di tengah wilayah
luas yang datar dan monoton. Sebagai seorang nabi Allah, ia
mengadili orang-orang. Karena Israel merupakan negara teokrasi
(dipimpin oleh Tuhan), Samuel sebenarnya adalah raja mereka. Ia
menjalankan kewajibannya dengan kemampuan dan pengabdiannya, baik
kepada Allah maupun kepada rakyat.

Namun rakyat menginginkan seorang raja seperti yang dimiliki oleh
bangsa-bangsa kafir di sekitar mereka (1 Samuel 8:5). Jadi mereka
meminta agar hamba Allah ini menyingkir. Samuel terluka hatinya
karena penolakan mereka. Ia memahami betapa parahnya ketidaktaatan
mereka (12:17-19).

Nabi ini bisa saja mengacuhkan raja yang baru dan bangsanya yang
suka memberontak ini. Namun sebaliknya ia berkata, "Mengenai aku,
jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada TUHAN dengan berhenti
mendoakan kamu." (12:23)

Mengapa Samuel berkata demikian? Ia tahu bahwa sekalipun
pintu-pintu dihempaskan di hadapannya, pintu yang lain masih terbuka
baginya, yaitu pintu untuk berdoa bagi orang lain. Kesalehan Samuel
dinyatakan melalui reaksinya terhadap apa yang terjadi. Ia tetaplah
seorang hamba Allah, dan akan tetap memerhatikan umat Allah.

Ketika kita dihina oleh orang-orang yang kita layani, kita harus
memutuskan untuk tidak berdosa terhadap Tuhan dengan membalas
menghina mereka. Sebaliknya, dengan kasih karunia Allah, kita dapat
mendoakan dengan tulus mereka yang mungkin tidak menghargai usaha
baik kita.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama publikasi: e-RH
Penulis: HWR
Alamat: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/1999/03/29/

======================================================================
JELAJAH SITUS

CHRISTIAN LEADERSHIP MINISTRY: PINTU GERBANG MENUJU
SUMBER KEPEMIMPINAN YANG LENGKAP DAN INSPIRATIF
< http://www.clm.org/ >

Kabar gembira! Ada satu lagi situs kepemimpinan yang bisa menjadi
referensi Anda yang tertarik dengan bidang kepemimpinan. Situs
tersebut bernama Faculty Common. Dilihat dari namanya situs ini
memang tidak menyiratkan hal-hal yang berbau kepemimpinan. Namun,
jangan salah! Faculty Common hanyalah sebuah pintu yang akan
menghantarkan Anda pada sumber yang Anda butuhkan. Semakin dalam
Anda menjelajah, semakin banyak informasi yang Anda peroleh. Anda
tidak akan rugi menjelajahinya. Situs ini benar-benar sangat kaya
akan informasi!

Situs ini lahir setelah berdirinya Campus Crusade for Christ dan
didirikan untuk melengkapi para profesor untuk membantu melahirkan
para calon pemimpin masa depan dunia yang takut akan Tuhan dan
berjiwa pemimpin yang militan.

Ketika melihat tampilannya Anda mungkin akan tertarik. Simpel dan
tidak banyak embel-embel. Tampilan kepala halaman untuk setiap menu
pun berganti-ganti. Namun sayang, menu-menu situs ini tidak
disusun dengan efektif dan efisien. Oleh sebab itu, beberapa
pengunjung yang tidak terbiasa mengakses internet mungkin akan
mengalami kebingungan. Saat Anda mulai mengakses satu menu, Anda
akan dibawa ke bagian yang lain yang bisa Anda akses juga dengan
mengeklik menu yang berbeda. Pasalnya, situs ini terlalu banyak
mencantumkan menu, di atas, di samping, dan di bawah. Padahal, isi
di dalamnya rata-rata sama. Dengan demikian, informasi yang diakses
saling tumpang tindih. Selain itu, Anda pun akan menemukan banyak
tautan di dalam tautan. Oleh karena itu, menunya seolah
berputar-putar. Hal lain yang disayangkan adalah sekalipun situs ini
terkesan "kaya" akan informasi, pengguna tidak bisa mendapatkannya
secara optimal jika tidak mendaftarkan diri menjadi pelanggannya
atau tidak tekun menjelajah. Pada dasarnya, Anda harus sabar dan
tekun saat mengakses situs ini.

Mungkin karena situs ini awal mulanya ditujukan untuk para profesor,
maka konten dan tautannya sedikit berat dan rumit. Akan tetapi,
jangan buru-buru memasukkan situs ini dalam daftar hitam Anda. Jika
Anda sudah terbiasa mengakses situs ini, Anda pasti tidak akan
mengalami kesulitan lagi dan bisa menggali banyak sumber di
dalamnya. Ingin tahu seperti apa situs ini? Segera kunjungi
alamatnya!

Diulas oleh: Sri Setyawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar