Kamis, 29 Juli 2010

Pria Sejati, Empat Hal Yang Membuktikan

PRIA SEJATI, EMPAT HAL YANG MEMBUKTIKAN

Merupakan hal biasa bila suami dan istri dalam sebuah keluarga memiliki
penghasilan sendiri-sendiri. Keduanya bekerja untuk menafkahi keluarganya
sehingga keduanya merasa memiliki andil dan kedudukan yang sama dalam
keluarga. Larut dalam kesibukan, terkadang mereka lupa, siapa yang
seharusnya menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga.

Kealpaan seorang pemimpin dalam keluarga terkadang bisa menyebabkan
pertengkaran atau saling melempar tanggung jawab. Begitu juga bila keduanya
(suami-istri) merasa menjadi pemimpin, tidak jarang yang berakhir dengan
perceraian. Keegoisan dan keyakinan diri dalam masalah ekonomi, membuat
mereka berani melanggar janji pernikahan.

Pemimpin adalah seorang yang patut untuk diikuti dan dipatuhi. Pemimpin yang
akan bertanggung jawab dan menuntun serta membuat keputusan dalam hidup ini.
Seorang ayah atau pria dalam sebuah keluarga adalah pemimpin.

Walaupun dalam budaya beberapa daerah mengatakan lain, pria tetap
dikodratkan untuk menjadi pemimpin.

Dalam melakukan hal ini, kaum pria dituntut harus tegas. Bukan kasar, tapi
tegas. Kepemimpinan di dalam rumah tangga ada di tangan kaum pria yang
memiliki sikap tegas sekaligus sikap lembut. Ada keseimbangan, karena itu
adalah kunci dari kehidupan.

Begitu juga terhadap anak-anak, hadiah atau imbalan harus seimbang dengan
hukuman, perhatian harus seimbang dengan pukulan, dan pujian atau
penghargaan harus seimbang dengan teguran.

Mungkin ada yang mengatakan salah akan ketegasan ini. Ada pemikiran yang
mengatakan kita harus tetap sabar atau bersikap halus, tetapi kadang
kehalusan sikap malah seringkali membunuh kita. Sekali waktu, kita juga
harus belajar untuk bisa menjadi tegas terhadap orang lain dan diri kita
sendiri.

Kasih sayang, hawa nafsu, dan keinginan, semuanya harus diuraikan dalam
konteks kedisiplinan, termasuk kasih. Atau kita mengasihi sesuatu yang kelak
akan membunuh kita. Kedisiplinan membutuhkan ketegasan.

Di samping ketegasan, seorang pria juga harus mampu membuat keputusan.
Kalaupun keputusan tersebut salah atau cacat, akuilah dan jangan diulangi
lagi. Belajarlah dari hal tersebut dan lakukan sesuatu dari pengalaman itu.
Menangisi sesuatu yang telah terjadi, hidup dengan rasa penyesalan, atau
mengingat kesalahan masa lalu adalah tindakan salah.

Ketegasan, keputusan dan kepemimpinan adalah ciri seorang pria yang sejati.

Para wanita ingin suaminya menjadi pembuat keputusan. Tetapi, keputusan yang
keluar dari seorang pemimpin, bukan dari seorang diktator. Ada perbedaan
besar di antara kedua kata tersebut. Diktator membuat keputusan berdasarkan
pilihan, atau kepuasan pribadi, tetapi pemimpin membuat keputusan
berdasarkan pada apa yang terbaik bagi pengikutnya.

Di balik keputusan tersebut, ada tanggung jawab. Kaum pria memiliki tanggung
jawab utama atas keputusan yang mereka perbuat.

Inti dari kedewasaan adalah menerima tanggung jawab yang demikian. Dan,
kedewasaan adalah inti dari kesempurnaan Anda sebagai seorang pria sejati.

Pemikiran populer sekarang ini mengatakan bahwa kedewasaan datang dengan
bertambahnya usia. Itu tidak benar. Anda bisa saja tua dalam usia, tetapi
kedewasaan datangnya dari penerimaan tanggung jawab -dalam semua aspek
kehidupan.

Menurut Louise Cole dalam bukunya "Kesempurnaan Seorang Pria", terdapat
cukup banyak anak-anak di Amerika yang melarikan diri dari rumahnya.
Anak-anak tersebut, katanya, hanyalah meniru orang tuanya yang juga
melarikan diri -yang paling sering adalah ayahnya. Di California, sedikitnya
terdapat 400 ribu kaum wanita yang hidup sendiri dengan anak-anaknya karena
suami mereka melarikan diri dari rumah.

Keempat ratus ribu kaum pria California ini tidak dapat, tidak ingin, atau
tidak pernah memilih untuk menerima tanggung jawab menjadi suami atau ayah.
Dan, mereka mengingkari janji pernikahan.

Dahulu, kata perceraian menjadi sebuah kata yang mengerikan. Sekarang ini,
perceraian sudah menjadi hal yang biasa. Perceraian biasanya digunakan untuk
menghindari tanggung jawab.

Banyak pria yang berganti dari satu wanita ke wanita lainnya, dari satu
tempat ke tempat lainnya, sambil memproklamirkan diri sebagai seorang pria
"macho" yang terkenal. Kemampuan untuk menjadi seorang ayah, bukanlah hal
yang penting dalam membuktikan kepriaan.

Dengan begitu, sesungguhnya, mereka tergolong masih kekanak-kanakan, tidak
dewasa di dalam roh, dan pemikiran, hidup dalam kehidupan yang lemah, tidak
menentu, dangkal dan tanpa karakter.

Beberapa pria telah menjadi dewasa ketika berumur tujuh belas tahun,
sementara yang lain baru dewasa di usia tujuh puluh tahun kerena umur tidak
bisa menentukan kedewasaan seorang pria. Kedewasaan bisa diukur dari
kepemimpinan, ketegasan, keputusan dan tanggung jawab yang mau dipegangnya.

Artikel Lain:

- Pengampunan Yang Tiada Batas

- Sukacita Saat Mereka Menerima Tantangan Injil

- Tips Pacaran Bagi Orang Kristen

<mailto:elia-stories-subscribe@yahoogroups.com>
cid:image001.gif@01C7E2A7.B636D0D0 Ingin berlangganan gratis "Elia's
Stories" kirimkan email kosong ke elia-stories-subscribe@yahoogroups.com
atau click Sign Up, selanjutnya, 'reply' balasan dari yahoogroups sebagai
konfirmasi

Renungan: Kisah Marela (12 Tahun)

Orang benar akan bertunas seperti pohon kurma, akan tumbuh subur seperti
pohon aras Libanon (Mazmur 92:13)

Beberapa hamba Tuhan yang kami support berada di pegunungan sekitar wilayah
Kalimantan Selatan tetap melayani Tuhan dengan berani, sekalipun mereka
melayani dengan fasilitas serba terbatas dan medan pelayanan mereka memiliki
tingkat kriminalitas sangat tinggi. Di sana sering terjadi perampokan dan
pembunuhan dengan cara mutilasi.

Komitmen mereka kepada Tuhan sangat kuat sehingga kondisi di atas tidak
membuat mereka gentar sedikitpun. Mereka melayani dengan pendekatan mengajar
membaca dan menulis serta berhitung dengan harapan dapat memberantas buta
huruf sekaligus menanamkan nilai-nilai kekristenan sejak dini. Penghulu
(tokoh masyarakat) menolak pelayanan mereka bahkan pemerintah setempat
sampai saat ini tidak mengeluarkan surat ijin operasional walaupun hanya
untuk pendirian Taman Kanak-Kanak karena mereka takut terjadi proses
Kristenisasi.

Suatu hari mereka menemui seorang anak sekitar usia 12 tahun, dia tidak
dapat membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dengan baik, menurut
penuturan warga setempat anak ini adalah anak angkat seorang kepala suku
yang terkenal sangat sakti dan paling ditakuti di daeraha tersebut. Pada
setiap upacara adat di desa tersebut anak ini sering dipersembahkan kepada
dewa mereka, pada waktu anak tersebut kerasukan dewa maka warga setempat
menyambut kehadiran sang dewa kemudian mereka meminta sedekah dan
perlindungan kepada dewa yang telah merasuki anak tersebut.

Yesus Kristus menampakkan diri kepada anak tersebut melalui mimpi dan
berkata: "Bertobatlah sebelum kamu menyesal karena dosamu." Sekarang anak
ini sudah bertobat dan menerima Isa Almasih sebagai Juruselamat pribadi dan
memberi diri untuk dibaptis. Kami mengajar anak tersebut membaca dan menulis
bahasa Indonesia juga menanamkan nilai-nilai Kekristenan serta berdoa bagi
kerohaniannya. Setelah dapat membaca dengan lancar, anak inipun gemar
membaca Alkitab, ayat emasnya adalah Mazmur 92:13. Berdoalah bagi Marela
supaya Tuhan memakai hidupnya menjadi berkat bagi sukunya.


Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Mei - Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar