Senin, 26 Juli 2010

Memiliki Perasaan Terancam

1 Samuel 18 : 6–12

18:6. Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan
orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel
menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana,
dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing;
18:7 dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya:
"Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa."
18:8 Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan
hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa,
tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja
itupun jatuh kepadanya."
18:9 Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.
18:10 Keesokan harinya roh jahat yang dari pada Allah itu berkuasa atas Saul,
sehingga ia kerasukan di tengah-tengah rumah, sedang Daud main kecapi seperti
sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya.
18:11 Saul melemparkan tombak itu, karena pikirnya: "Baiklah aku menancapkan
Daud ke dinding." Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali.
18:12. Saul menjadi takut kepada Daud, karena TUHAN menyertai Daud, sedang
dari pada Saul Ia telah undur.


Saul merupakan raja Israel, tetapi ketika seorang anak muda dari kota kecil
Betlehem bernama Daud berhasil mengalahkan Goliat, ia merasa terancam. Ia iri
ketika Daud mendapat kehormatan yang lebih besar daripadanya. Ini karena Saul
takut jabatan raja yang dipegangnya suatu hari akan jatuh ke tangan Daud (ay.
8).

Yang terjadi dalam diri Saul ini jelas merupakan gambaran mengenai fenomena
kecacatan karakter manusia. Pada gilirannya akan timbul sikap tidak mengakui
karunia yang dipercayakan TUHAN kepada masing-masing orang. Biasanya orang
seperti ini sangat mudah memandang negatif orang lain, di sisi lain ia selalu
berusaha membenarkan diri dengan segala argumentasi dan alasan. Sampai tingkat
ekstrem, ia berani mencela dan memfitnah orang lain tanpa dasar lain kecuali
tidak mau disaingi.


Cacat karakter seperti kedengkian Saul terhadap Daud ini juga masih terjadi
sampai saat ini. Di kantor, ada orang yang tidak rela kalau rekan kerjanya
lebih berprestasi. Ia kemudian berusaha menghalalkan segala cara untuk
menjegal keberhasilan rekan kerjanya tersebut. Di lingkungan gereja, ada
pendeta yang iri kalau pendeta lain menjadi lebih populer daripadanya. Karena
itu di hadapan jemaat ia berusaha mencitrakan dirinya sebagai lebih suci,
lebih berkarunia, lebih dekat TUHAN, dan sebagainya. Akhirnya, pekerjaan TUHAN
jugalah yang dikorbankan. Bukankah ini memalukan? Orang-orang ini dengki
karena merasa dirinya terancam atas keberhasilan orang lain.


Ini berbeda dengan kalau kita harus membenturkan hal yang benar dengan yang
salah. Jika seorang rekan kerja kita melakukan kecurangan yang merugikan
perusahaan, apabila kita harus melaporkannya, itu karena integritas kita,
bukan karena kita takut disaingi olehnya. Jika ada hamba TUHAN yang
menyampaikan ajaran yang tidak Alkitabiah, kita tidak perlu takut mengatakan
bahwa itu salah. Itu bukan karena kita tidak suka terhadap hamba TUHAN itu,
melainkan karena kita memegang hanya kebenaran Firman yang murni. Alkitab
sendiri mengecam ajaran yang tidak Alkitabiah (Gal. 1:9). Hanya yang harus
diperhatikan adalah cara mengatakannya, sebisa mungkin untuk elegan.


Perasaan terancam atas keberhasilan atau sukses orang lain ini adalah salah
satu ciri-ciri orang yang tidak mengakui otoritas TUHAN. Orang yang mengakui
otoritas TUHAN akan menerima ajaran Alkitab, bahwa kita harus menganggap orang
lain lebih penting dan lebih utama dari diri kita (Flp. 2:3–4). Marilah saling
menasihati dalam kasih.

http://virtuenotes.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar