Yohanes 8:1-6
...Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang (Yesaya 11:3).
Film
Paying the Piper mengisahkan seorang ayah yang marah karena kematian putri kesayangannya. Anak gadisnya tewas dalam kecelakaan tunggal saat mengemudi dalam keadaan mabuk, mobilnya tergelincir masuk jurang. Itulah kisah yang mengawali
Paying the Piper. Sang ayah tidak bisa menerima kenyataan anaknya mati karena alkohol. Ia tidak bisa memaafkan "penjual miras" yang telah menjual minuman alkohol kepada anak yang masih di bawah umur. Ia terus mencari dan harus menemukan "penjual miras" itu. Setiap bar, diskotek dan tempat-tempat dugem ia razia.
Setelah semua tempat penjual miras didatangi, ia tidak menemukan satu orang pun penjual yang bersalah atas tuduhannya. Ia frustrasi, hatinya galau. Lalu ia membuka lemari di mana ia menyimpan minuman keras. Ia kaget menemukan secarik kertas dari putrinya—yang ditulis sebelum malam kecelakaan:
"Ayahku tersayang, terima kasih sudah mengizinkan aku pergi pesta. Aku bawa sebotol wiski Ayah, tak keberatan'kan? Aku akan meminumnya bersama teman-temanku...." Sekilas pandang sang ayah telah membangun stigma, bahwa penjual miras adalah penyebab kecelakaan yang menewaskan putrinya. Ia
mencari kesalahan penjual miras. Dan tentang
mencari kesalahan, kita juga ingat perilaku para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Suatu pagi, mereka datang menemui Yesus yang sedang berada di Bait Allah di Bukit Zaitun. Mereka sengaja membawa seorang perempuan yang berzina dan berkata:
"Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" (ayat 4-5). Mereka hanya ingin mencobai Yesus. Tujuan mereka hanya satu, ingin
mencari kesalahan Yesus:
Supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya (ayat 6). Dan jawab Yesus kepada mereka:
"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu"(ayat 7).
Ya, betapa sering penghakiman lahir dari ketidaktahuan atau ketidaksadaran, sama seperti ayah yang
mencari kesalahan penjual miras. Tetapi penghakiman juga sering lahir dari kepicikan, kenaifan dan hati sesat seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang
mencari kesalahan Yesus. Kita mungkin juga sering terlalu cepat menuduh dan menghakimi orang lain. Ironisnya, bukan orang lain yang seharusnya kita hakimi, tetapi justru kita yang bersalah dan membutuhkan pengampunan. Penilaian yang picik, hati yang panas membuat kita tak segan
mencari kesalahan orang lain, menghakimi dan memupuskan pengampuan. Seharusnya sebagai anak-anak Tuhan, semua itu tidak boleh terjadi. Jika kita mendekat dan lebih dekat pada Tuhan, niscaya "Roh Tuhan akan ada padanya
[kita], roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan Tuhan; ya, kesenangannya
[kita] ialah takut akan Tuhan. Ia
[Kita] tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang" (Yesaya 11:2-3,
penekanan ditambahkan).
Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan Tuhan orang menjauhi kejahatan. —Amsal 16:6
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar