: Yohanes 21:20-25
: Kisah Para Rasul 5-7
: Jawab Yesus, "Jikalau Aku
menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.
Tetapi engkau: Ikutlah Aku" (Yohanes 21:22)
Anak-anak muda di Jakarta akan
menjuluki temannya kepo apabila temannya itu "selalu ingin tahu urusan
orang lain". Rasa ingin tahu sebetulnya sangat positif, karena akan
menolong seseorang untuk mencari lebih banyak pengetahuan. Akan tetapi, kalau
rasa ingin tahu itu berlebihan maka dampaknya bisa negatif, karena mengganggu
privasi orang lain.
Penyakit kepo ini ternyata juga pernah
menyerang Petrus. Ia ingin tahu mengenai kehidupan Yohanes di masa depan. Maka,
Yesus menegur Petrus, sebab apa yang akan terjadi pada Yohanes sama sekali
bukan urusan Petrus. Urusan Petrus adalah mengikut Yesus. Tuhan pasti peduli
kepada Yohanes dan tahu apa yang terbaik baginya. Di sisi lain, Dia juga peduli
terhadap Petrus, tetapi cara Yesus memperlakukan mereka masing-masing bisa
berbeda, karena setiap pribadi punya keunikannya sendiri.
Atas adanya perbedaan-perbedaan itu,
Allah punya rencana dan kehendak sendiri bagi setiap orang yang percaya kepada
Dia. Allah tidak berkewajiban memperlakukan kita sama seperti Dia memperlakukan
orang lain. Dia tidak berkewajiban untuk memberkati kita dengan cara yang sama
seperti Dia memberkati orang lain. Kita tak perlu meributkan atau merepotkan
diri dengan hal itu. Itu sepenuhnya adalah kedaulatan dan wewenang Allah. Tugas
kita hanya memastikan bahwa kita sendiri sudah atau sedang mengikut Yesus
dengan sungguh-sungguh. Apabila kita mengikut Dia dengan serius, kita tidak
akan punya waktu untuk memikirkan bagaimana Dia memperlakukan orang-orang di
sekitar kita. Itu bukanlah urusan kita. Mari pikirkan saja bagaimana kita dapat
mengiring Dia makin dekat -
Tunduk dan mengasihi
Efesus 5:22-33
Merendahkan diri terhadap orang lain
bukan perkara mudah, karena itu berarti mengikis ego dan gengsi. Paulus
menganjurkan jemaat Efesus agar hidup merendahkan diri, seorang kepada yang
lain (Ef. 5:21). Bukan karena takut kepada orang yang derajat atau pangkatnya
lebih tinggi, karena bila demikian kita tidak akan melakukannya terhadap orang
yang kita sebut berstatus lebih rendah. Sebab itu kondisi yang Paulus anjurkan
adalah kondisi 'di dalam takut akan Kristus'.
Paulus kemudian mengambil konteks
pernikahan untuk memberikan contoh situasi bagaimana orang percaya harus
merendahkan diri satu sama lain. Pernikahan Kristen memiliki komitmen,
kewajiban, dan tugas bagi dua pihak yang terikat dalam lembaga itu. Lembaga
pernikahan sebenarnya merupakan perlambang dari hubungan antara Kristus dan
gereja-Nya. Seorang istri harus tunduk kepada suaminya sebagai kepala dalam
pernikahan mereka. Artinya, ia harus menempatkan diri di bawah kepemimpinan
suaminya. Gambaran tentang tunduknya istri kepada suami adalah tunduknya gereja
kepada Yesus, yang adalah Kepala gereja. Maka sang suami harus menggambarkan
kepemimpinan Kristus atas gereja dengan menunjukkan kasih dan pengurbanan diri
(25). Kita tahu bahwa Kristus mengurbankan diri-Nya di salib bagi keselamatan
dan pengudusan umat, yaitu gereja (26-27).
Maka Paulus menyebutkan bahwa kasih
suami kepada istri harus sama seperti kasihnya kepada tubuhnya sendiri (28).
Paulus menegaskan bahwa kasih suami terhadap istri seharusnya merefleksikan
kesatuan Kristus dan gereja-Nya. Karena itu kepemimpinan suami harus bersifat
melayani, bukan otoriter atas nama statusnya sebagai pemimpin.
Maka suami dan istri harus merendahkan
diri satu sama lain dalam takut akan Tuhan. Suami dan istri harus melihat
keberadaan mereka bukan dari sudut pandang yang individualistis, tetapi sebagai
satu kesatuan. Kiranya Tuhan menolong setiap suami dan istri dalam rumah tangga
Kristen untuk berperan dengan penuh kasih dan tanggung jawab.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar