: Yeremia 27
: Kisah Para Rasul 1-4
Nats : Beginilah firman TUHAN
kepadaku: "Buatlah tali pengikat dan gandar, lalu pasanglah itu pada
tengkukmu!" (Yeremia 27:2)
Yos memukul tengkuk lelaki itu hingga
pingsan. Ia terpaksa melakukannya karena pria itu terus meronta dan menyulitkan
saat hendak ditolong dalam proses evakuasi di laut. Ketika ia dibuat tak
berdaya, Yos bisa merangkul leher pria itu dan berenang membawanya ke pantai.
Bacaan hari ini secara mencengangkan
menceritakan bahwa ada saat untuk menyerah, untuk menaklukkan diri kepada orang
yang mungkin bukan sahabat kita, bahkan merupakan musuh yang akan mengambil hak
kita. Tentu sepanjang hal itu dikehendaki Tuhan. Gandar kayu di tengkuk Yeremia
adalah gambarannya. Yeremia diminta memberi tahu raja-raja tetangga bahwa
seluruh negeri telah diserahkan ke tangan Nebukadnezar, raja Babel, dan mereka
harus takluk kepadanya agar tidak mati oleh pedang, kelaparan, penyakit. Ini
pun berlaku bagi Yehuda yang saat itu diperintah Raja Zedekia. Ini perintah
yang sulit dan tak menyenangkan untuk dilakukan, terutama oleh bangsa yang
"tegar tengkuk".
Mungkin ada saat kita bertanya;
mengapa Tuhan menaruh kita di posisi tidak berdaya, mengapa Tuhan seolah-olah
melukai ego kita dan tidak membiarkan kita bangkit. Belajar dari kisah evakuasi
laut yang dilakukan Yos, ada saatnya ketidakberdayaan itu membantu proses kita
diselamatkan dari bahaya yang lebih besar. Sayangnya dalam lanjutan bacaan ini,
kerajaan Yehuda tidak mau menyerah hingga mereka berakhir di ujung pedang dan
pembuangan di Babel.
Kita mungkin diizinkan Tuhan untuk
tidak berdaya, tetapi bukan berarti Tuhan juga sedang tanpa daya. Jika kita
meyakini segala sesuatu tetap dalam kendali Tuhan, kita bisa belajar menyerah
pada kehendak Tuhan tanpa takut dan ragu.
TUHAN TIDAK SEDANG
TINGGAL DIAM SAAT DIA MEMINTA KITA UNTUK MENYERAH
Sumber:
http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Arif atau bebal?
Efesus 5:15-21
Begitu berharganya waktu sehingga
lahirlah ungkapan Time is money (waktu adalah uang). Tiap menit bahkan tiap
detik dihargai dengan nilai uang, sehingga waktu yang terbuang percuma dapat
dinilai sama dengan pemborosan uang yang seharusnya dapat dihasilkan di dalam
waktu yang terbuang itu.
Berdasarkan perkataan Paulus, kita
melihat dua jenis orang, yaitu orang bebal dan orang arif. Penggolongan ini
dilihat berdasarkan cara hidup, yaitu berdasarkan pemanfaatan waktu. Karena
orang percaya telah menerima terang maka orang percaya harus berjalan sesuai
terang itu. Hidup sesuai terang berarti seperti orang arif dan bukan seperti
orang bebal (15). Bagaimanakah hidup orang arif? Ia memanfaatkan waktu
semaksimal mungkin bagi kemuliaan Tuhan (16). Mengapa kearifan dikaitkan dengan
pemanfaatan waktu? Setiap hari bersifat jahat, kita bisa saja tergoda
memanfaatkannya untuk kesenangan diri, bukan kesenangan Tuhan. Oleh sebab itu
orang perlu hikmat sejati agar memahami kehendak Allah (17), terutama dalam
pemanfaatan waktu.
Orang arif dipenuhi Roh Kudus. Ini
bukan terjadi sekali seumur hidup, tetapi secara berkelanjutan setelah orang
mengalami transformasi. Orang yang dipenuhi Roh tidak akan membiarkan dirinya
mabuk oleh alkohol (18). Mabuk merupakan kesia-siaan dalam pemanfaatan waktu
yang seharusnya dipersembahkan bagi Kristus. Karena alkohol membuat orang
kehilangan kesadaran, pengendalian diri, dan juga hikmat, serta dikuasai hawa
nafsu. Hal sebaliknya akan terjadi bila orang dikuasai Roh Kudus karena Ia
bekerja dalam diri setiap orang yang percaya Kristus, untuk menghasilkan
hal-hal terbaik dalam hidupnya bagi kemuliaan Tuhan
Orang arif juga akan saling melayani
dalam kasih (19-21). Bila kita dipenuhi Roh Kudus, kita akan memiliki hasrat
untuk menyembah Allah dan mendorong orang lain untuk menyembah Allah juga.
Orang yang dipenuhi Roh akan dipenuhi dengan ucapan syukur dan bersikap rendah
hati terhadap satu sama lain dan ini terjadi karena rasa takut akan Tuhan bukan
pada manusia. Apakah Anda sudah arif?
Sumber:
http://sabda.org/
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar