Rabu, 13 Juni 2012

Sang Kristus: Antara Taurat dan Injil

Sang Kristus: Antara Taurat dan Injil

"Aku datang bukan untuk meniadakannya, Melainkan untuk menggenapinya." (Ayat.17)

Bangsa Yahudi adalah bangsa yang dikenal banyak menduduki posisi-posisi penting. Mulai dari politisi, artis, pengusaha, ilmuwan, musisi dll. Ada sebuah liputan menarik berjudul "the Secret of Judaism" yang membahas tentang kunci kesuksesan mereka; yaitu mereka selalu membaca kitab Taurat di pagi hari. Mereka biasa membacanya saat di rumah, di perjalanan dengan kereta api atau di kantor. Konon katanya, membaca kitab Taurat membuat mereka menjadi lebih kreatif. Hikmah-hikmah dari kitab ini banyak memunculkan ide-ide segar yang bisa mereka pakai dalam profesi mereka. Tapi sayangnya Bangsa Yahudi tidak mengakui ajaran Kristus. Padahal Tuhan Yesus datang ke dunia bukan bermaksud untuk menghapuskan kitab Taurat yang luar biasa ini, melainkan untuk menggenapinya.

Nabi Musa menulis Kitab Taurat yang berisi hukum-hukum dan peraturan-peraturan dari Allah untuk bangsa Israel. Dan peraturan-peraturan ini sifatnya adalah ketat sekali. Para Imam dengan ketat menjalankan upacara-upacara keagaman, demikian juga para umat mengorbankan korban bakaran untuk menebus dosa-dosa yang mereka lakukan. Yang tidak taat bisa mendapat hukuman, sampai bisa mendapat murka Allah secara langsung. Tapi semuanya itu dibuat demi kebaikan Bangsa Yahudi sendiri untuk lebih mengenal Allah.

Tuhan Yesus menggenapi hukum-hukum Taurat dengan mengajarkan pengutamaan kasih dalam setiap perbuatan, supaya manusia melakukan hukum-hukum itu tidak seperti "mesin".  Tuhan Yesus menyempurnakan Taurat supaya manusia tidak hanya berada di "kulit luarnya saja", tetapi bisa meresapinya sampai mendalam. Sehingga setiap perbuatan ketaatan itu digerakkan oleh kasih. Tuhan dengan Injilnya mau mengatakan kepada seluruh umat manusia bahwa Ia melihat jauh ke dalam hati kita melebihi perbuatan-perbuatan kita yang tampak oleh mata. Tuhan senang jika ketaatan yang super ketat itu juga benar-benar disertai dengan motivasi kasih yang benar dari dalam hati kita.
Kasih menggerakkan kepada ketaatan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Planning & Praying

Amsal 19:21
Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.

Amsal 5; Yohanes 15; 1 Tawarikh 23-24
Perencanaan adalah menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan keseluruhan suatu proyek, kegiatan apa yang harus dilakukan, urutan pelaksanaan serta sumber daya yang diperlukan, semuanya merupakan rangkaian yang saling terkait dalam suatu perencanaan. Dibutuhkan pemikiran seksama dan wawasan yang luas untuk menyusun suatu perencanaan yang matang. Syukurlah Allah mengaruniakan akal budi untuk itu semua.
Bagi orang percaya, titik tolak dari segala macam perencanaan adalah rencana dan tujuan Allah atas pribadi kita, keluarga, perusahaan, komunitas dll. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,... yaitu rancangan damai sejahtera untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan" (Yeremia 29:11). Maka langkah pertama dalam perencanaan adalah mengakui dan mencari petunjuk Allah. Ini yang dinamakan beriman.
Ada dua sikap ekstrim. Pertama, tidak membuat rencana sama sekali dengan alasan "bukankah Allah yang mengatur segalanya? Maka saya tinggal menanti-nantikan Dia saja". Kedua, sebaliknya! Seorang pemimpin berusaha membuat perencanaan sampai hal yang sekecil-kecilnya. Bahkan hasil akhirnya pun sudah masuk dalam perencanaan.
Perencanaan dan doa adalah kesatuan. Gunakanlah akal budi semaksimal mungkin dalam perencanaan, dilandasi iman dan penyerahan sepenuhnya kepada Allah dalam doa.
Allah mengaruniakan akal budi supaya kita memiliki iman yang teruji. Allah mengaruniakan iman supaya kita dapat memuliakan-Nya dengan akal budi.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Halaman Kehidupan

Halaman Kehidupan
Kolose 2:6-7

Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia (Kolose 2:6-7).

  

     Putri Sayako yang akrab dipanggil Putri Nori, anak perempuan satu-satunya Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko, memilih untuk meninggalkan istana. Ia memutuskan menikah dengan Yoshiki Kuroda, seorang pemuda rakyat biasa, bukan dari kalangan kerajaan. Menikah dengan warga kebanyakan membuat Sayako kehilangan perlakuan istimewa sebagai keluarga kaisar Jepang. Ia harus menghadapi kehidupan di luar istana. Ia kehilangan gelar bangsawan, tunjangan kerajaan, dan wajib membayar pajak.

     Saat meninggalkan istana, Sayako memperoleh semacam "emas kawin" dari negara sebesar 1,2 juta USD. Dan, satu hal yang membuatnya melangkah ringan adalah restu kedua orangtuanya, kaisar juga memastikan bahwa hubungan keluarga mereka takkan pernah berubah. Tetapi Sayako yang tidak lagi bisa kembali ke istana. Ia tidak bisa menjadi duta negara, tidak bisa menerima kunjungan tamu kenegaraan, dan tidak bisa mewakili istana berkunjung ke negara-negara sahabat. Sayako memilih meninggalkan istana untuk memulai kehidupan baru sebagai rakyat biasa, dan kini dia dikenal sebagai Sayako Kuroda.

     Kisah Sayako mengingatkan kita bahwa menjalani kehidupan ini seperti membaca sebuah buku, kita harus berpindah dari satu halaman ke halaman berikutnya. Dari halaman kehidupan yang telah kita tinggalkan, kita memasuki halaman kehidupan yang baru. Setiap kali kita meninggalkan kehidupan lama menuju yang baru, kita harus melepaskan yang lama. Dan, ketika Anda dan saya menerima Yesus Kristus, kita pun memasuki halaman kehidupan yang baru, kita harus meninggalkan kehidupan lama yang tidak dikenan Tuhan. Setelah kita menerima Kristus, kita harus tetap di dalam Dia, berakar di dalam Dia, membangun kehidupan di atas Dia, dan kita harus semakin teguh dalam iman (ayat 6-7), karena

"...kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus" (Roma 5:1).

     Ketika kita memutuskan menerima Kristus, ada kehidupan baru yang mesti kita jalani. Kita tidak lagi hidup untuk diri sendiri, terutama untuk Tuhan. Ada sukacita baru dan juga tantangan baru, bahkan Rasul Petrus mengatakan,

"Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia" (1 Petrus 4:19). Sudah pasti setiap halaman kehidupan selalu memiliki tantangan yang berbeda, tetapi kita tidak perlu takut, kita bisa belajar dari Daud, nasihatnya:

"Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang" (Mazmur 37:5-6). Ya, jika kita selalu berserah dan berpaut kepada Tuhan, niscaya sukacita dan damai sejahtera merahmati hidup kita.

...hendaklah kamu berpaut kepada Tuhan, Allah kita, dengan sepenuh hatimu dan dengan hidup menurut segala ketetapan-Nya dan dengan tetap mengikuti segala perintah-Nya seperti pada hari ini. —1 Raja-raja 8:61


Powered by Telkomsel BlackBerry®