Selasa, 15 November 2011

SIFAT-SIFAT PRIBADI DALAM KEPEMIMPINAN

SIFAT-SIFAT PRIBADI DALAM KEPEMIMPINAN

"Kualifikasi utama kepemimpinan yang sukses adalah integritas pribadi."

Semua sifat dalam artikel di bawah ini sangatlah penting untuk meraih keberhasilan. Sifat-sifat ini menonjol karena terbukti menjadi penggerak serta sarana untuk mencapai kesuksesan tertinggi.

Keinginan untuk Berprestasi

Ambisi dikenal dengan banyak nama: motivasi, dorongan, antusiasme, atau harapan untuk meraih prestasi. Apa pun namanya, sifat ini penting karena keinginan adalah dasar seseorang untuk memacu diri sendiri. Jika tidak, orang tersebut akan berpuas diri menjadi pengikut, alih-alih pemimpin.

Ambisi perlu realistis. Beberapa orang menetapkan tujuan-tujuan yang mustahil bagi diri mereka. Karena mereka bekerja terlalu keras, mereka menjadi sangat penat, dan frustrasi. Hal ini bisa menyebabkan depresi neurotik.

Seseorang yang memunyai tujuan dan cita-cita yang jelas mengetahui ke mana arah langkahnya. Dia akan mencapai lebih banyak hal daripada orang-orang yang tidak memunyai tujuan yang jelas. Para pemimpin mendapatkan kepuasan terbesar saat mereka mencapai tujuan-tujuan mereka; mereka selalu mencari dunia-dunia baru untuk ditaklukkan. Mereka biasanya memunyai ego yang kuat. Rasa menghargai dan menghormati diri sendiri perlu dipuaskan lewat pengungkapan dari dirinya sendiri dan kelompoknya. Betapa pentingnya para pemimpin menyerahkan dorongan-dorongan ini kepada Sang Juru Selamat! Para pemimpin tampaknya memunyai satu ciri: pikiran yang menjelajah, gelisah, dan rasa ingin tahu yang disertai dengan ketetapan hati untuk mencapai sesuatu.

Ambisi, jika tidak dibuat-buat, sangatlah penting karena sifat ini mandiri dan menular. Pemimpin sejati digerakkan oleh kekuatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan keinginan orang lain di atas tingkat rasional semata. Perasaan ini, tentu saja, harus berawal dari keyakinan atas pentingnya sebuah tujuan. Bagi pemimpin Kristen, ambisi terbesarnya adalah membawa kehormatan dan kemuliaan bagi Kristus. Dorongan dan ambisi-ambisinya dikuasai oleh Roh Kudus.

Kita perlu mengingat bahwa pengaruh kita sangat ditentukan oleh semangat kita. Jika seseorang kurang memunyai rasa antusias, mungkin dia perlu melihat struktur kepribadian serta dasar iman atau pandangannya tentang hidup; orang yang pesimis atau sinis bukanlah orang yang antusias.

Seseorang pernah berkata bahwa antusiasme berfungsi sebagai bahan bakar pesawat yang menggerakkan seseorang, agar dia meluncur untuk mencapai keberhasilan yang luar biasa.

Menerima Otoritas

Keberhasilan dalam kepemimpinan membutuhkan kepekaan yang kuat dalam menggunakan otoritas tepat pada waktunya. Hal ini tercermin dalam kemampuan pemimpin untuk memberikan perubahan dalam kelompok atau perorangan. Ketika seseorang membuat penilaian yang tepat, dia dapat memberikan motivasi atau bertindak tepat pada waktu yang tepat. Kemampuan inilah yang membentuk otoritas seseorang untuk mengelola kelompoknya.

Akan tetapi, pertama-tama kita perlu mengerti otoritas. Definisi yang umum dari otoritas adalah: "Semua milik Anda sekarang, dapat menggerakkan orang lain untuk melakukan apa yang Anda ingin ia lakukan sekarang." Dengan kata lain, setiap pemimpin yang dapat menyelesaikan apa yang dikehendakinya, memunyai otoritas yang dia butuhkan pada saat ini.

Sebuah jurnal yang ditulis oleh William Oncken, Jr, pada bulan Oktober 1970 dan dikeluarkan oleh California Institute of Technology, mengatakan bahwa otoritas terdiri dari empat komponen berikut ini.

1. Otoritas Kompetensi.

Jika seseorang semakin mengenali kompetensi Anda, dia akan semakin percaya bahwa Anda tahu apa yang sedang Anda bicarakan. Dia cenderung mengikuti perintah, permintaan, atau saran Anda.

2. Otoritas Kedudukan.

Otoritas ini memberikan Anda hak untuk mengatakan, "Lakukan! Jika tidak ...." Otoritas ini memiliki kuasa! "Bos menginginkannya!" adalah perintah nyaring yang dapat menyentak orang untuk segera bertindak. Posisi seseorang mengandung otoritas yang membuat kita segan. Hanya "penjudi" yang akan mengabaikannya dengan ceroboh.

3. Otoritas Kepribadian.

Semakin nyaman seseorang berbicara, mendengarkan, atau bekerja dengan Anda, semakin mudah baginya untuk menanggapi keinginan-keinginan Anda. Semakin sulit Anda diajak bekerja sama melakukan pekerjaan, semakin sulit baginya untuk menemukan kepuasan dalam melakukan apa yang Anda inginkan. Sulit sekali mengatakan "tidak" kepada seseorang yang mudah untuk diajak melakukan pekerjaan.

4. Otoritas Karakter.

Otoritas ini merupakan reputasi Anda dalam hal integritas, keterandalan, kejujuran, kesetiaan, ketulusan, moral pribadi, dan etika. Tentu saja Anda akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dan lebih baik dari orang yang menghormati karakter Anda daripada dari orang yang tidak. Orang tersebut memperoleh rasa segan (atau kehilangan rasa segan!) dari jejak yang Anda tinggalkan dari janji yang Anda tepati atau tidak, pengharapan yang Anda penuhi atau tidak, dan pernyataan Anda yang terbukti atau tidak. Karakter Anda diukur oleh orang lain berdasarkan seberapa jauh Anda mau membuka diri untuk menjaga kejujuran dan kepercayaan Anda. Tindakan ini membuat mereka tahu seberapa jauh mereka akan membuka diri untuk Anda pada masa krisis. Semakin besar rasa hormat mereka, semakin banyak tindakan mereka, dan semakin besar komponen karakter Anda dalam keseluruhan otoritas Anda [1].

Untuk mendorong bawahan Anda bertindak sesuai dengan keinginan Anda, Anda perlu menunjukkan keempat kualitas tersebut. Seorang pemimpin yang mengeluhkan bahwa dia memunyai tanggung jawab tapi tidak memiliki otoritas, perlu menyadari bahwa dia dapat memperkuat segmen-segmen kehidupannya untuk mendapatkan otoritas lebih. Kompetensi dapat diperoleh, kepribadian dapat dikembangkan, dan tentunya karakter dapat dibina.

Kepemimpinan yang berkualitas hanya dapat ada, jika seseorang mau berkorban untuk mengembangkan dan memperkuat dirinya sendiri. Kemudian otoritasnya akan digunakan dengan tepat. Lalu, semua usaha kelompoknya akan membuahkan hasil yang dinamis.

Disiplin Diri

Kedisiplinan adalah persyaratan untuk kepemimpinan yang berhasil. Untuk mengendalikan orang lain, seorang pemimpin harus memunyai kendali diri yang baik. Kualitas ini penting karena hanya orang yang memunyai disiplin diri yang baik, yang dapat mengukur tingkatan kedisiplinannya. Lewat pengalaman, dia telah mempelajari cara menunjukkan ketegasan, pengorbanan, dan permintaannya.

Banyak orang memunyai karunia alami dan karunia rohani yang khusus, tetapi tidak dikembangkan. Karunia-karunia ini tidak dipakai karena mereka mencemooh otoritas dan menghindari kedisiplinan. Kemudian mereka berhenti di tengah jalan. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang bersedia bekerja saat orang lain tidur, bermain, atau membuang-buang waktu. Dia juga selalu mengevaluasi kemampuannya -- dan kelemahannya!

Kreativitas

Individu-individu yang berpengaruh dalam generasi mereka adalah individu-individu yang memunyai visi dan kreativitas. Inisiatif juga memiliki peranan. Orang yang berpikir kreatif adalah orang yang mampu membuat gagasan yang orisinal. Berpikir kreatif melibatkan imajinasi yang dikelola menurut rencana dari inisiatif diri sendiri. Pemimpin kreatif mengumpulkan ide dari berbagai sumber dan mengintegrasikannya sampai mencapai hasil akhir.

Berpikir kreatif bukanlah melamun, tetapi usaha yang nyata untuk mewujudkan aktivitas mental. Psikolog mengatakan bahwa karya kreatif bisa menjadi sebuah kebiasaan oleh orang yang tekun melatih diri untuk berpikir kreatif.

Banyak perusahaan dan pelayanan Kristen saat ini didorong untuk bertukar pikiran. Hal ini disebut "brainstorming" atau masuk ke "think tank". Pemimpin perlu memprogramkan hal ini ke dalam apa yang mereka lakukan.

Arnold Toynbee, seseorang yang mempelajari alur sejarah, menyimpulkan bahwa kebangkitan dan kejatuhan masyarakat bergantung erat dengan kualitas kepemimpinan. Dia percaya bahwa orang kreatif membantu memajukan peradaban.

Delegasi

Pemimpin yang baik tidak akan menerapkan cara-cara otoriter untuk menyelesaikan pekerjaannya. Lawan dari metode otoriter adalah delegasi: seorang pemimpin yang mengizinkan bawahannya untuk bertanggung jawab atas tugas yang diterimanya. Kepemimpinan yang berkualitas tidak dapat dipertahankan jika seorang manajer merasa bahwa dia harus melakukan semuanya.

Dalam sebuah pamflet "Bagaimana Cara Mendelegasikan Dengan Efektif," yang diterbitkan oleh Darnel Corporation, Clarence B. Randall berkata: "Kemampuan mendelegasikan otoritas dan tanggung jawab dengan sentuhan yang tepat merupakan kualitas yang jarang dimiliki orang. Banyak orang membanggakan diri karena memiliki kemampuan mendelegasikan, tetapi nyatanya dia melakukan pekerjaannya dengan buruk."

"Saya mengenal seseorang yang percaya bahwa kemampuan mendelegasikan adalah salah satu kekuatannya. Akan tetapi, inilah keadaan yang saya dengar dari rekannya. Pada hari Senin, dia memanggil bawahannya, menjelaskan masalahnya, dan memintanya menyelesaikan tugas tersebut sesegera mungkin; pada hari Selasa, dia mendelegasikannya kepada orang lain; pada hari Rabu dia mengerjakan tugas itu sendiri dan tidak memberi tahu yang lainnya apa yang dikerjakannya."

"Saya tahu eksekutif lain yang mampu mendelegasikan dengan baik -- dia tidak pernah melakukan sesuatu sendiri, jika hal itu bisa dihindari -- tetapi tidak pernah bekerja sesuai pola yang terlihat; biasanya orang pertama yang dijumpai saat dia berjalan yang diberikannya tugas."

"Ada satu uji akhir yang bisa menentukan apakah seorang eksekutif cukup objektif dan konsisten dalam mendelegasikan otoritas: jika dia dapat memberikan tugas kepada staf baru dan mendukungnya untuk mengerjakannya dengan cara yang berbeda, maka dia mengerti cara mendelegasikan."

"Seni indah mendelegasi tidaklah semudah menggambar grafik dengan garis vertikal dan horisontal, yang mengikat pekerjaan atau orang-orang secara bersamaan. Delegasi juga bukanlah membuat deskripsi tugas, karena biasanya deskripsi tugas membatasi inisiatif bukan meningkatkannya. Jika kita terlalu menekankan kepada definisi tugas, staf baru biasanya berpikir lebih ke keterbatasan otoritasnya daripada kesempatannya. Dia biasanya menahan ketakutannya berbuat salah, alih-alih mengerjakan tugas itu dengan berani."

"Seorang administrator yang baik tidak hanya mempelajari cara mendelegasikan otoritasnya, tetapi dia juga mencari cara membagikan pemikirannya dengan banyak orang. Akan tetapi, hal ini bukanlah kebiasaan yang mudah bagi beberapa orang."

Catatan kaki:

[1] Circular No. 36. "The Authority to Manage," by William Oncken, Jr. (Dallas: The William Oncken Corp., October 1970).


Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul asli buku: The Making of a Christian Leader
Judul asli artikel: Personal Traits in Leadership
Penulis: Ted W. Engstorm
Penerbit: Zondervan Publishing House, Michigan, 1981
Halaman: 111 -- 115

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar