Jumat, 11 November 2011

KEPO

 KEPO

: Yohanes 21:20-25
: Kisah Para Rasul 5-7

: Jawab Yesus, "Jikalau Aku

menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.

Tetapi engkau: Ikutlah Aku" (Yohanes 21:22)

 

Anak-anak muda di Jakarta akan

menjuluki temannya kepo apabila temannya itu "selalu ingin tahu urusan

orang lain". Rasa ingin tahu sebetulnya sangat positif, karena akan

menolong seseorang untuk mencari lebih banyak pengetahuan. Akan tetapi, kalau

rasa ingin tahu itu berlebihan maka dampaknya bisa negatif, karena mengganggu

privasi orang lain.

 

Penyakit kepo ini ternyata juga pernah

menyerang Petrus. Ia ingin tahu mengenai kehidupan Yohanes di masa depan. Maka,

Yesus menegur Petrus, sebab apa yang akan terjadi pada Yohanes sama sekali

bukan urusan Petrus. Urusan Petrus adalah mengikut Yesus. Tuhan pasti peduli

kepada Yohanes dan tahu apa yang terbaik baginya. Di sisi lain, Dia juga peduli

terhadap Petrus, tetapi cara Yesus memperlakukan mereka masing-masing bisa

berbeda, karena setiap pribadi punya keunikannya sendiri.

 

Atas adanya perbedaan-perbedaan itu,

Allah punya rencana dan kehendak sendiri bagi setiap orang yang percaya kepada

Dia. Allah tidak berkewajiban memperlakukan kita sama seperti Dia memperlakukan

orang lain. Dia tidak berkewajiban untuk memberkati kita dengan cara yang sama

seperti Dia memberkati orang lain. Kita tak perlu meributkan atau merepotkan

diri dengan hal itu. Itu sepenuhnya adalah kedaulatan dan wewenang Allah. Tugas

kita hanya memastikan bahwa kita sendiri sudah atau sedang mengikut Yesus

dengan sungguh-sungguh. Apabila kita mengikut Dia dengan serius, kita tidak

akan punya waktu untuk memikirkan bagaimana Dia memperlakukan orang-orang di

sekitar kita. Itu bukanlah urusan kita. Mari pikirkan saja bagaimana kita dapat

mengiring Dia makin dekat -
Tunduk dan mengasihi

Efesus 5:22-33
Merendahkan diri terhadap orang lain

bukan perkara mudah, karena itu berarti mengikis ego dan gengsi. Paulus

menganjurkan jemaat Efesus agar hidup merendahkan diri, seorang kepada yang

lain (Ef. 5:21). Bukan karena takut kepada orang yang derajat atau pangkatnya

lebih tinggi, karena bila demikian kita tidak akan melakukannya terhadap orang

yang kita sebut berstatus lebih rendah. Sebab itu kondisi yang Paulus anjurkan

adalah kondisi 'di dalam takut akan Kristus'.

 

Paulus kemudian mengambil konteks

pernikahan untuk memberikan contoh situasi bagaimana orang percaya harus

merendahkan diri satu sama lain. Pernikahan Kristen memiliki komitmen,

kewajiban, dan tugas bagi dua pihak yang terikat dalam lembaga itu. Lembaga

pernikahan sebenarnya merupakan perlambang dari hubungan antara Kristus dan

gereja-Nya. Seorang istri harus tunduk kepada suaminya sebagai kepala dalam

pernikahan mereka. Artinya, ia harus menempatkan diri di bawah kepemimpinan

suaminya. Gambaran tentang tunduknya istri kepada suami adalah tunduknya gereja

kepada Yesus, yang adalah Kepala gereja. Maka sang suami harus menggambarkan

kepemimpinan Kristus atas gereja dengan menunjukkan kasih dan pengurbanan diri

(25). Kita tahu bahwa Kristus mengurbankan diri-Nya di salib bagi keselamatan

dan pengudusan umat, yaitu gereja (26-27).

 

Maka Paulus menyebutkan bahwa kasih

suami kepada istri harus sama seperti kasihnya kepada tubuhnya sendiri (28).

Paulus menegaskan bahwa kasih suami terhadap istri seharusnya merefleksikan

kesatuan Kristus dan gereja-Nya. Karena itu kepemimpinan suami harus bersifat

melayani, bukan otoriter atas nama statusnya sebagai pemimpin.

 

Maka suami dan istri harus merendahkan

diri satu sama lain dalam takut akan Tuhan. Suami dan istri harus melihat

keberadaan mereka bukan dari sudut pandang yang individualistis, tetapi sebagai

satu kesatuan. Kiranya Tuhan menolong setiap suami dan istri dalam rumah tangga

Kristen untuk berperan dengan penuh kasih dan tanggung jawab.



Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar