Jumat, 07 Oktober 2011

Yes 25:6-10a; Flp 4:12-14.19-20;

Mat 22:1-14

"Pergilah

ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai

di sana ke perjamuan kawin itu"

Ketika ada perjamuan

kawin alias pesta perkawinan pada umumnya semua yang hadir dalam perjamuan atau

pesta tersebut berusaha menampilkan diri secantik atau setampan mungkin dengan

harapan penampilannya akan mempesona, menarik dan memikat orang lain. Mereka

memang cantik atau tampan penampilannya, namun apakah hati, jiwa dan akal

budinya juga cantik atau tampan atau bersih kiranya boleh dipertanyakan. Kiranya

cukup banyak tamu ataupun penerima tamu dalam pesta perkawinan yang

mempercantik diri ke salon sehingga kehilangan keasliannya, lebih-lebih

rekan-rekan perempuan dalam merias wajah maupun menata rambutnya. Kemungkinan

juga ada yang pinjam pakaian atau assesori dari orang lain atau tempat

peminjaman seperti salon-salon dst.. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan

kita semua untuk jujur terhadap diri sendiri serta tampil apa adanya maupun

agar kita senantiasa mengusahakan kebersihan atau kesucian hati, jiwa dan akal

budi.    

"Hai

saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?"(Mat

22:12)

Yang dimaksudkan dengan

'pesta' di sini kiranya adalah ibadat, misalnya Perayaan Ekaristi bagi umat

Katolik atau bagi agama lain seperti pujian, sholat dst.. Kita dalam menghadiri

ibadat diharapkan dalam keadaan bersih, bebas dari dosa, maka jika sedang dalam

keadaan tidak bersih atau berdosa hendaknya terlbih dahulu membersihkan atau

menyucikan diri, dan bagi orang katolik berarti mengaku dosa. Beribadat berarti

bertemu dengan Tuhan;  memang pada

umumnya orang bersih secara phisik namun belum tentu bersih secara

spiritual.  Pesta mungkin juga dapat

diartikan sebagai kebersamaan dengan orang lain kapanpun dan dimanapun. Hemat

saya bersama dengan orang lain kita juga diharapkan bersih atau layak, yang

berarti berkehendak atau bermaksud baik, tdak bermaksud jahat. Hendaknya jangan

bertindak jahat terhadap saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun.

Dalam warta gembira ini

orang yang datang dan kemudian diusir tidak lain adalah orang-orang Farisi, dan

untuk masa kini berarti mereka yang bersikap mental secara materialistis,

orang-oang yang gila akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan atau kehormatan

duniawi, orang-orang yang bersikap selama hidup di dunia ini berlaku sombong

dan senantiasa menomorsatukan dirinya sendiri. Sedangkan mereka yang kemudian

diundang, yang berasal dari pinggir-pinggir jalan adalah orang-orang yang

rendah hati cara hidup dan cara bertindaknya. Sebagai orang beriman atau

beragama kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati,

tidak sombong. Rendah hati antara lain berarti memiliki hati, jiwa, akal budi

dan tubuh atau tenaga yang senantiasa terbuka terhadap aneka kemugkinan dan

kesempatan dan tentu saja pertama-tama tebuka terhadap kehendak Tuhan, yang antaa

lain menggejala dalam kehendak baik saudara-saudari kita dimanapun dan

kapanpun. Orang-orang yang berada di pinggir jalan atau di persimpangan jalan

berartti memang tidak memiliki apa yang dapat diandalkan di dunia ini dan

terbuka terhadap orang lain.

Kami berharap anak-anak

sedini mungkin dibiasakan atau dididik untuk memiliki sikap mental rendah hati

atau keterbukaan.  Hemat saya ketika

masih anak-anak atau bayi sungguh rendah hati dan terbuka, maka hendaknya hal

itu jangan ditinggalkan, melainkan terus diperdalam dan diperkembangkan dalam

hidup sehari-hari sampai mati.  Keterbukaan diri anak-anak di masa kanak-kanak atau bayi sungguh

merupakan modal atau kekuatan yang tak boleh ditinggalkan atau dilupakan. Kepada

keluarga atau suami-isteri muda yang masih memiliki bayi atau anak kecil kami

dambakan untuk memperhatikan hal ini.  Tentu saja, berkali-kali saya ingatkan, teladan orangtua bagi anak-anak

dalam hal penghayatan kerendahan hati maupun ketetbukaan diri sungguh

dibutuhkan secara  mutlak, alias tak

dapat ditawar-tawar lagi. Masa balita anak-anak sungguh masa yang penting dan

strategis dalam pembinaan sikap mental atau karakter anak-anak, maka hendaknya

orangua jangan mensia-siakan masa balita ini, hendaknya dengan rela dan penuh

cintakasih memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya selama masa balita.

Wujud cintakasih sejati adalah pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih.

"Aku

tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan

dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik

dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun

dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku" (Flp 4:12-13)

Kesaksian iman Paulus yang

disampaikan kepada umat di Filipi di atas ini kiranya dapat menjadi bahan

permenungan atau refleksi kita. "Tidak

ada sesuau yang merupakan rahasia bagiku.. segala perkara dapat kutanggung di

dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku", inilah yang hendaknya menjadi

bahan permenungan atau refleksi kita.  Kita diharapkan tidak pernah merahasiakan

sedikitpun kepada suadara-saudari kita, dan tentu saja pertama-tama kepada

saudara-saudari serumah atau sekomunitas, sekantor atau setempat kerja.  Kita dipanggil untuk senantiasa terbuka atau

transparan satu sama lain. Pertama-tama saya mengingatkan rekan-rekan

suami-isteri yang telah memiliki keterbukaan satu sama lain minimal secara

phisik yaitu ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual, dan semoga juga

terbuka satu sama lain secara spiritual. Anda berdua memiliki pengalaman

terbuka satu sama lain secara mendalam, maka hendaknya pengalaman tersebut

terrus diperkembangkan dan disebarluaskan dalam hidup sehari-hari, pertama-tama

di dalam keluarga bagi anak-anak dan juga ditempat kerja maupun di lingkungan

masyarakat, Rukun Tetangga maupun Rukun Warga.

Bersikap mental dan

bertindak terbuka atau tranparan memang tak akan terlepas dari aneka macam

masalah atau perkara, dan jika menghadapi masalah atau perkara kita diharapkan

menanggung dalam Tuhan yang menganugerahkan rahmat dan kekuatan. Bersama dan

bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi atau menyelesaikan aneka masalah

dan perkara. Bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti berkehendak baik dan jika

kita sungguh berkehendak baik maka segala perkara dapat kita selesaikan,

mengingat dan memperhatikan cukup banyak ornng di dunia ini, di sekitar hidup

kita, yang berkehendak baik.  Maka

bersama atau bersatu dengan Tuhan juga berarti bersama dan bersatu dengan saudara-saudari

kita yang berkehendak baik kapanpun dan dimanapun.

Bersama-sama atau

bergotong-royong dalam hidup dan bekerja itulah wujud keimanan kita kepada

Tuhan yang menganugerahkan rahmat dan kekuatan kepada kita semua.  Dalam bergotong-royong tak ada seorangpun

yang berpangku tangan dan tiada bedanya besar atau kecil, tua atau muda,

anak-anak atau dewasa, pria atau wanita, semuanya bekerja atau berparitisipasi

dalam mengerjakan atau melaksanakan sesuatu.  Budaya gotong-royong kiranya masih hidup dan kuat di masyarakat desa

atau pelosok, maka hendaknya budaya tersebut terus diperkembangkan dan

disebarluaskan.  Ingat pepatah "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". "Sesungguhnya,

inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah

TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita

oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!" (Yes 25:5). Semoga apa yang

dikatakan oleh Yesaya ini juga dapat menjadi dukungan dan peneguhan bagi kita

dalam hidup bersama atau bergotong-royong.

"TUHAN

adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang

berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia

menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan

dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu

dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mzm 23:1-4


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar