Jumat, 07 Oktober 2011

 
http://www.sinarharapan.co.id/content/read/pembantaian-rawagede-jeffrey-pondaag-konsisten-memperjuangkan-korban/ 
 
Detail News

21.09.2011 11:08

Pembantaian Rawagede, Jeffrey Pondaag Konsisten Memperjuangkan Korban
Penulis : Asbari Nurpatria Krisna*  

Jeffrey Pondaag, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), sangat getol memperjuangkan para korban Pembantaian Rawagede. Ia dilahirkan di Jakarta, 26 April 1953. Setelah orang tuanya berpisah, Jeffrey ikut ibunya ke Belanda untuk tinggal bersama neneknya pada 1969.
Untuk mengatasi hidupnya, ia bekerja di supermarket lalu di percetakan sambil sekolah teknik. Kemudian ia bekerja di Hoogoven, perusahaan pengecoran besi yang kemudian berganti nama menjadi Corus, namun kemudian melanjutkan usaha di Indonesia. Ia lantas kembali ke Belanda untuk bekerja di pabrik semen (Nederlandse Cement Industrie).

Jeffrey menikah dengan wanita Belanda, Ciska Halbesma, pada 1975 di Belanda, dan dikarunia dua anak perempuan, keduanya warga negara Indonesia.

Mengapa ia tertarik mengurusi para korban pembantaian Rawagede? Ia menuturkan, sejak tinggal di Belanda ia sering mendengar ucapan orang Belanda yang mengatakan Presiden Indonesia kolaborator, para pejuang perampok, ekstremis. Lantaran setiap hari mendengar ucapan seperti itu, terpikirlah ia untuk memperjuangkan Indonesia.

Lalu bila datang ke Indonesia ia selalu membawa dokumen-dokumen. Pada 2005 ia ikut rapat di Gedung Joeang Jakarta. Di situlah ia bertemu Batara Hutagalung. Dengan diilhami Japanse Ere Schuld (Utang Kehormatan Jepang), kemudian dibentuklah organisasi bernama Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).

KUKB didirikan 5 Mei 2005, supaya selalu diingat orang Belanda, karena tanggal 5 Mei adalah hari kemerdekaan Belanda. Selanjutnya, KUKB Belanda membuat badan hukum menjadi yayasan, dan Jeffrey bertugas melobi anggota Parlemen dan pemerintah Belanda, sambil melihat kemungkinan untuk memajukan perkara Rawagede ke pengadilan.

Dengan yayasan ini, para donator lebih tahu dengan jelas ke mana organisasi pembela korban kejahatan perang ini akan berjalan. Pada 2010 dan 2011, ia ke Indonesia sambil membawa sumbangan dan membagikannya kepada para janda di Rawagede.

Dalam perjalanannya kemudian, setelah mendapat saran dari wartawan dan pengacara, Jeffrey menghubungi Prof Dr Liesbeth Zegveld, pengacara muda yang membela para korban kejahatan perang. Pada 2007 pengacara ini membuat surat kepada pemerintah Belanda, menjelaskan tuntutan para janda Rawagede, tetapi ditolak.

"Satu-satunya jalan kini menuntut pemerintah Belanda ke Pengadilan," kata Jeffrey.

Salah seorang asisten Prof Liesbeth bernama Gerard T ditugasi untuk pergi ke Rawagede, yang kemudian mewancarai para janda dan saksi. Dengan hasil penelitian ini, Zegveld mengajukan gugatan ke pemerintah Belanda pada Januari 2009. Pengadilan Amsterdam menyatakan kasus ini sebaiknya ditangani pengadilan di Den Haag.

Lalu pengacara melayangkan surat untuk pengadilan pada 20 Juni 2011 ke Pengadilan Den Haag. Pembagian tugas pun diatur, ada yang melobi DPR dan Kementerian Luar Negeri RI, sementara Jeffrey pulang karena ada sidang pengadilan pada 20 Juni 2011.

Diskon Tiket Pesawat

Ketika selanjutnya harus memberangkatkan tujuh orang dari Indonesia ke Belanda, yaitu Rudy Arifin, Tasim, Kadun, Wardjo (masih bersaudara dengan Kadun), Sukarim, Wati, pengurus yayasan harus menghubungi pihak Garuda Indonesia untuk memperoleh tiket dengan diskon. Tiket pesawat Garuda akhirnya diperoleh dengan potongan harga, tetapi uang harus dibayarkan tunai.

Lalu Jeffrey menelepon donatur bernama Kasper Ebeling, karena ia memerlukan uang € 5.500 untuk tiket. Namun karena Ebeling sedang berada di Jerman, ia agak sulit mencairkan sumbangannya.

Jeffrey lantas menghubungi satu orang lagi, yaitu Petra Munneken. Ia meminta bantuan padanya. Tetapi Petra menyatakan tidak bisa seluruhnya, melainkan hanya bisa memberi € 1.000.

Jeffrey menyatakan, Ebeling memberikan garansi, tetapi Petra ragu-ragu kalau tidak dibayar. Oleh karena itu Jeffrey menelepon Ebeling lagi untuk berbicara langsung dengan Petra yang akan menolong. Jeffrey akhirnya mendapat uang sebanyak yang diperlukan untuk tiket, lalu pergi ke loket Garuda di Bandara Schiphol.

Sementara itu, pengurus lainnya, Irwan Lubis, pergi ke DPR meminta bantuan penginapan di Den Haag. DPR mengirim faksimile ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan mendapat penginapan serta makan gratis di Wisma Indonesia di Den Haag.

Pada 20 Juni 2011 dilakukanlah pembacaan pleidoi kedua belah pihak. Pengacara negara Belanda tetap menyatakan bahwa pemeintah tidak bisa memberikan ganti rugi, karena kasusnya sudah kedaluwarsa.

Pada 14 September, di Pengadilan Den Haag, Jeffrey duduk menyendiri karena merasa ragu apakah gugatan mereka dikabulkan. Ketika keputusan dibacakan, Jeffrey melihat asisten Zegveld melirik padanya dan tersenyum. Namun Jeffrey masih rau-ragu.

Baru sesudah pengacara Liesbeth dan asistennya berdiri, mereka berdua mendekati Jeffrey serta berpelukan sambil memberi selamat, Jeffrey baru percaya. "Saya sangat lega karena akhirnya tuntutan kami berhasil," katanya puas.

Di samping itu, ketika salah satu korban Rawagede bernama Saih Sakam masih hidup, Yayasan KUKB. berhasil mengirimnya ke rumah sakit mata untuk operasi mata. "Sesudah operasi itu, hidup Pak Saih berubah lebih baik, karena kini dia bisa melihat dengan jelas," tutur Jeffrey.

Jeffrey berterima kasih banyak kepada para donatur yang telah memberikan sumbangan uang dan juga memberikan dukungan moral dalam upaya Yayasan KUKB memperjuangan para janda korban Pembantaian Rawagede.

Ia berharap Komnas HAM atau pengusaha besar Indonesia mau mengundang pengacara Prof Dr Liebeth Zegveld untuk menghadiri peringatan di Rawagede (Balongsari) pada 9 Desember 2011 nanti. Kalau dia sudah berada di Rawagede, sekaligus akan diajak ke Makassar untuk melacak peristiwa Westerling.

Melalui pengacara ini Pembantaian Rawagede diakui oleh pengadilan, sehingga pemerintah Belanda harus mengakui nasib para janda korban dan juga memberikan ganti rugi. Jeffrey berharap pemerintah Indonesia dapat memberikan tanda jasa kepada pengacara ini.

*Penulis adalah wartawan senior, tinggal di Hilversum, Belanda.


www.askopgideon.com Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar