Jumat, 15 Oktober 2010

Mengapa Gereja Ditolak?

MENGAPA GEREJA DITOLAK ?


"Siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat
baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan
berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan
janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!
Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena
hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki
Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat." (1Petrus 3:13-17)

Gambar diatas menunjukkan ibadah di alam terbuka sebuah jemaat gereja yang
pembangunan gerejanya ditolak warga sekalipun sudah mengantongi izin Pemda.
Menurut statistik, pada kurun lima tahun terakhir sudah lebih dari 100
gedung gereja ditolak pembangunannya, ada yang dibakar, ada yang ditarik
kembali izinnya, ada yang dirusak massa, dan ada yang dihentikan
pembangunannya oleh massa tertentu. Dalam kurung sejak orde baru memerintah
tercatat lebih dari 1.000 gedung gereja mengalami penghambatan dalam
pembangunannya.

Mengapa gereja mendapat penolakan di berbagai lokasi di tanah air? Ayat
diatas menunjukkan bahwa penderitaan yang dialami gereja bisa terjadi karena
dua hal, bisa karena kebenaran tetapi bisa juga karena kesalahan gereja itu
sendiri! Karena itu apa saja kesalahan yang mungkin melekat dalam gereja?

Beberapa faktor dapat menjadi bahan renungan bagi gereja agar menjadikan
momentum penolakan terhadap gereja itu sebagai cermin untuk introspeksi
diri.

1. Ungkapan kekesalan yang kalah.

Seorang tokoh Islam pernah berkomentar mengenai kaum radikal diagamanya yang
membakar Mesjid (Ahmadyah) dan Gereja. Ia mengatakan bahwa tindakan itu
didorong oleh rasa terdesak agama mayoritas atas migrasi agama minoritas di
lingkungan mereka dan karena kesal dan merasa kalah maka timbullah reaksi
yang acapkali radikal. Di negara-negara Barat yang mayoritas penduduknya
beragama kristen, fanatisme yang sama juga bisa diidap oleh sekelompok kaum
fundamentalis kristen, gerakan 'anti Islam' sekarang tumbuh di Barat;

2. Kristenisasi Massal?

Gereja banyak dituduh melakukan kristenisasi massal, benarkah? Belum lama
ini di Bekasi ada gereja dimana pendetanya dikejar-kejar dan dihalalkan
darahnya, soalnya pendeta itu melayani yayasan yang mengumpulkan banyak
pemulung dan melakukan aksi sosial kepada mereka, tak lama kemudian
dilakukan pembaptisan masal para pemulung yang didatangkan ke kolam renang
dengan banyak bus;

3. Fanatisme Israel.

Dalam kasus konflik Israel-Palestina, umat kristen cenderung membela Israel,
bahkan banyak turis kristen berkunjung dan mendatangkan devisa untuk Israel
dan menutup mata terhadap penderitaan orang Palestina di sana. Kita harus
sadar bahwa nenek moyang orang Palestina sudah lebih dahulu berada di
kawasan itu sebelum Abraham menyeberang dari kawasan Aram diseberang sungai
Efrat ke Kanaan. Ingat juga bahwa Yesus tidak pernah mau dijadikan pembebas
bangsa Israel secara fisik apalagi mendirikan kerajaan Israel, tetapi
membebaskan manusia dari dosa. Kalau kita membaca sejarah PL + PB dimana
umat Israel berkali-kali dibuang keluar dari Israel kecuali mereka bertobat
dan kembali kepada Allah, mereka tetap mengeraskan hati bahkan membunuh
Tuhan Yesus Kristus di kayu salib;

4. Dari Katakombe ke Basilika;

Gereja-gereja diawali dengan misi yang sederhana bahkan menderita di
lorong-lorong bawah tanah (Katakombe), namun setelah terkumpul masa dan kaya
maka dibangunlah gereja besar bahkan megachurch yang sering mencolok dilihat
(ala Basilika, masa ini disebut masa sekularisasi gereja). Seusai kerusuhan
SARA di Situbondo (1996) dan sekitarnya dimana 27 gereja dirusak/dibakar,
ada gereja di jalan protokol yang dibangun lebih mewah dari puing
kebakarannya, ini mendatangkan kritik Sumartana almarhum yang menyebut
bahwa: "Gereja kurang peka membangun dipintu masuk kota santri itu.
Bandingkan ini dengan seorang yang di jalan-masuk rumahnya ada tamu tak
disenangi yang berdiri dengan 'mekakang'!

5. Denominasionalisme.

Salah satu masalah internal gereja adalah persaingan antar gereja. Kita bisa
melihat kalau ditempat berdekatan dibangun beberapa gereja dari denominasi
berbeda, akibatnya rasio jumlah jemaat lokal dibanding kesediaan gedung
gereja menjadi pincang. Ada kota sedang didekat Situbondo dimana penulis
pernah melayani dan diajak majelis berkeliling kota dan ditunjukkan sebuah
gereja besar yang kapasitasnya 2.000 kursi yang dibangun dekat pesantren,
lalu penulis menanyakan 'jemaatnya berapa ya?' jawabnya '200.' Baru-baru ini
seorang majelisnya memisahkan diri dan membangun gereja saingan berkiblat ke
gereja sukses di Surabaya yang dibangun diantara gereja itu dan pesantren.
Gereja berdempetan bukan hal baru di ruko-ruko bahkan sering berebut jemaat
dan tampat parkir!

6. Eksklusivisme.

Salah satu kelemahan gereja masakini adalah umumnya memiliki jemaat yang
berdomisili jauh dari lokasinya, akibatnya kalau masa kebaktian mobil-mobil
berjubel dikekeliling gereja itu. Berbeda dengan itu, mesjid umumnya
bersifat lokal dimana banyak jemaatnya berasal dari lingkungan yang sama
sehingga cukup berjalan kaki, akibatnya perbedaan sosial pengunjung gereja
dan lingkungan tidak besar, ini berbeda dengan gereja-gereja etnis tertentu
yang cenderung tidak peduli dengan penduduk disekitar gerejanya.

Dari beberapa contoh diatas, kita dapat bercermin mengapa gereja di kawasan
tertentu ditolak. Bukanlah gereja-gereja juga memiliki andil dalam timbulnya
radikalisme penolakan itu? Akibat dari sikap arogansi beberapa gereja
tertentu, gereja-gereja yang tulus dan memang membutuhkan tempat ibadah
menjadi korban.

Kondisi demikian seharusnya menjadikan kita peka akan lingkungan, bersikap
ramah tehadap penduduknya, dan tidak menyusahkan tetangga yang depan rumah
mereka dipenuhi mobil-mobil orang asing. Semoga hal-hal ini menjadi bahan
introspeksi. Sekalipun demikian, kita harus siap menerima penderitaan
apapaun, sekalipun kita sudah bersikap patut, ramah dan sadar lingkungan,
sebab memang kita harus siap menerima konsekwensi 'Karena Nama Kristus!' ***

Artikel yang lain bisa dibaca di situs www.yabina.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar