Minggu, 01 Agustus 2010

Raja Imam

Raja Imam

Mazmur 110

Dalam pimpinan Allah, sambil melihat jauh ke depan Daud mengucapkan
nubuat sekaligus penyembahan. Ia berbicara tentang raja yang akan datang, yang
berasal dari keturunannya. Raja itu adalah anaknya sendiri, Anak Daud. Namun
kemuliaan dan kuasa-Nya jauh melampaui dia sehingga dia menyebut Anak-Nya
sebagai "tuanku" (1). Ia juga Imam. Maka tepatlah kita memakai julukan
"Raja-Imam" untuk Yesus Kristus.

Di antara umat Allah, imam maupun raja ditetapkan oleh Allah. Allah
menetapkan bahwa para imam harus berasal dari keturunan Harun, sedangkan para
raja berasal dari keturunan Yehuda-Daud. Dalam Injil jelas bahwa Yesus berasal
dari keturunan Yehuda-Daud. Dalam hidup Abraham pernah terjadi peristiwa luar
biasa, yaitu Ia memberikan persembahan kepada Melkisedek. Hal ini dilihat oleh
Ibr. 5 sebagai digenapi penuh dalam diri Yesus Kristus. Yesus, yang bukan
keturunan Harun, adalah Imam Besar Agung, tetapi bukan menurut garis keturunan
Harun melainkan karena prinsip Melkisedek. Abraham moyang Harun berkedudukan di
bawah Melkisedek, maka imamat Harun tunduk ke bawah imamat Yesus Kristus!

Baik imam maupun raja berfungsi sebagai perwakilan. Imam mewakili manusia
menghadap Allah dengan jalan memberikan kurban. Imam harus menjaga kekudusan
sebab ia mewakili umat agar beroleh kelayakan dengan jalan pengampunan; maka
imam yang tidak kudus, tidak layak mewakili umat. Itu sebab imam harus juga
memberikan persembahan untuk dosa-dosanya sendiri. Yesus Kristus adalah Imam
Besar Agung sebab telah memberikan kurban hidup-Nya yang tanpa dosa sebagai
tebusan dosa umat-Nya. Raja pun adalah wakil, tetapi bukan wakil umat melainkan
wakil Allah. Raja dipilih Allah agar menjadi gembala untuk membawa umat ke
jalan benar, memimpin ke dalam kesejahteraan. Yesus Kristus sepenuhnya
menggenapi sifat Gembala yang Baik, yang mengurbankan hidup-Nya agar kawanan gembalaan-Nya
sepenuhnya ada dalam naungan kuasa-Nya.

Yesus Kristus Raja-Imam, kematian dan kebangkitan-Nya telah menaklukkan
musuh-musuh jiwa, supaya kita mengalami pemerintahan-Nya sempurna.

|||||| sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/ ||||||

Buah Ketekunan


Ibrani 12:1-3
Mazmur 54-56; Roma 3

Saat berangkat dari rumah pagi-pagi, saya melihat
siput itu di bawah pohon, merayap ke atas perlahan. Sejenak saya memperhatikan.
"Kapan nyampainya?" begitu pikiran yang tebersit di benak saya. Ya, siput itu
merayap begitu perlahan. Mungkin semilimeter setiap langkah. Padahal pohon itu
juga tidak mulus; penuh gurat kulit pohon yang pecah, ada benjolan bekas dahan
patah, juga lekukan entah bekas apa. Namun, siput itu terus merayap, pelan
tetapi pasti.

Siangnya, sekembali ke rumah, saya melihat siput
itu sudah berada di dahan atas. Untuk melihatnya, saya harus mendongakkan
kepala. Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa, mengingat begitu perlahannya
siput itu merayap dan begitu banyaknya "tantangan" yang harus ia lalui. Itulah
buah ketekunan.

Sayangnya dalam lingkup pelayanan dan hidup
beriman, ketekunan itu tampaknya sudah semakin langka, digantikan "mentalitas
cepat bosan"; mudah menyerah, tidak tahan uji. Dalam pelayanan, sedikit saja
mendapat kritikan terus ngambek; sedikit saja menghadapi kekecewaan terus ingin
mundur. Dalam hidup beriman, sedikit saja dihantam kesulitan, terus
mengomel-ngomel; protes kepada Tuhan; tidak mau lagi ke gereja. Akibatnya, kita
pun jadi tidak maju-maju; iman kita tidak bertumbuh.

Maka, marilah kita mendasari pelayanan dan hidup
beriman kita dengan mata yang tertuju hanya kepada Kristus. Sebab, Dialah
sumber insipirasi dan teladan ketekunan yang terbaik (ayat 3). Dan hanya dengan
demikian ketekunan kita dapat terus dibangkitkan, sehingga kita pun tidak akan
cepat berputus asa atau menjadi lemah.

BUAH KETEKUNAN ITU
SELALU LEBIH MANIS

sumber: http://www renunganharian.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar