Jumat, 06 Agustus 2010

Hidup berintegritas

Hidup
berintegritas

Mazmur 120

Inilah mazmur ziarah yang pertama dari koleksi 15 mazmur ziarah. Mazmur
ziarah merupakan mazmur yang dinyanyikan umat sementara berlangsung prosesi
ziarah menuju Yerusalem dan Bait Allah. Tiga kali setahun umat Israel menghadap
Tuhan di sana, untuk merayakan ibadah nasional sesuai dengan petunjuk Taurat.

Mazmur-mazmur ziarah juga bisa menggambarkan perjalanan hidup umat, dari
keadaan terjauh, terasing, lalu menuju ke hadirat Tuhan. Semakin dekat, semakin
menggairahkan, tetapi juga menggentarkan hati. Siapakah yang layak menghampiri
takhta Tuhan? Pantaskah aku? Demikianlah setiap peziarah diajak untuk serius
merefleksikan diri, mendekat kepada Dia?

Mazmur 120 menggambarkan keadaan terasing pemazmur di negeri orang yang
tidak mengenal Tuhan, yang kata-katanya kasar dan keras, serta suka berperang.
Mesakh, suku bangsa yang mendiami wilayah Turki sekarang dan Kedar, suku
pengembara dari Siria adalah suku-suku yang ganas dan suka berperang. Pemazmur
mengalami kesulitan untuk hidup di tengah-tengah suku-suku yang gampang
bertengkar dan siap membantai siapa pun yang lemah. Dalam keadaan seperti itu,
godaan besar bagi pemazmur adalah untuk ikut-ikutan menyesuaikan diri. Mudah
sekali tergoda untuk kompromi dengan situasi 'siapa yang kuat, dia yang
menang'.

Namun tekad pemazmur adalah tetap hidup dalam integritas sesuai dengan
imannya. Oleh karena itu pemazmur berseru minta tolong kepada Tuhan karena
hanya Dia kekuatan untuk bertahan menghadapi situasi yang sangat menggoda dia
untuk menyerah dan larut.

Sering kita mendengar orang berkata, yang sukses adalah yang mampu
menyesuaikan diri dengan situasi setempat. Kompromi adalah kata kuncinya. Kita,
anak-anak Tuhan, dipanggil untuk setia dan hidup berintegritas sesuai dengan
prinsip firman Tuhan. Kata kunci kita adalah 'mengandalkan Tuhan dan setia sampai akhir!'

|||||| sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/
||||||

Hidup oleh Iman

Roma 1: 15-17
Mazmur 70-71;
Roma 8:22-39

Hidup oleh iman". Kita kerap
mendengar slogan ini, bahkan mungkin terlalu se­ring. Apa sebenarnya artinya?
Acap kali orang menjawab, "artinya ka­lau saya ber­iman, saya akan hidup." Apa
ar­tinya hi­dup? "Ya, saya masuk surga ka­lau saya ma­ti nanti. Pokoknya saya
per­caya Yesus itu Tuhan, masuk surga, sele­sai sudah."

Itu benar—kita di­selamat­kan
karena kasih karunia oleh iman. Namun, tentu ti­dak selesai di situ. Apabila
keselamatan se­ma­­ta urus­an masuk surga, kenapa kita ma­­sih hidup sekarang,
tidak mati saja, su­paya langsung masuk surga? Atau mung­­­­­kin ada yang
mengata­kan, ber­iman itu pokok­nya percaya Yesus itu Tuhan, titik. Ba­gaimana
saya hidup, itu urusan lain. Ka­lau begitu, iman jenis ini cu­ma soal meng­­ha­­fal
dalam pikiran seperti menghadapi ujian di sekolah.

Paulus dalam
suratnya kepada jemaat di Roma meminta supa­ya kita hidup oleh iman. Kata asli
yang digunakan untuk "hidup" (ayat 17) di sini sebetulnya berbicara tentang
suatu kekuatan, daya yang terus berkelanjutan. Dengan kata lain, Paulus hendak
menekan­kan bahwa iman ada dalam kehidupan kita sehari-hari di mana pun dan
kapan pun; saat kita makan, saat kita minum, saat kita bekerja, saat kita
mengambil keputusan, saat kita hendak ber­be­lanja, saat kita hendak marah—iman
memberikan "hidup" dalam hidup kita.

Contoh
sederhana; soal tidur. Tanpa iman, banyak orang tidur dalam kekhawatiran,
kegelisahan. Banyak orang tidur dengan hati tidak tenang, entah memikirkan
pekerjaan, keuangan, dan lain-lain. Namun, iman yang membuat kita hidup adalah
iman yang menja­di­kan kita dapat berkata seperti Daud, "Aku membaringkan diri,
lalu tidur; aku bangun, sebab Tuhan menopang aku (Mazmur 3:6)

IMAN
MEMBUAT HIDUP KITA JADI LEBIH HIDUP

SEHINGGA
KITA DAPAT MERASAKAN KASIH TUHAN ITU CUKUP

Penulis: Henry Sujaya Lie

|||||| sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar