Jumat, 06 Agustus 2010

Dasar Alkitabiah Pelayanan Lintas Budaya

DASAR ALKITABIAH PELAYANAN LINTAS BUDAYA

Penjelmaan Yesus Kristus dan Kontekstualisasi

Penjelmaan atau inkarnasi Yesus Kristus merupakan puncak penyataan
Allah kepada manusia. Dalam Perjanjian Lama "Allah berulang kali dan
dalam pelbagai cara berbicara kepada ... kita dengan perantaraan
nabi-nabi" (Ibrani 1:1). Zaman dahulu Allah bersabda kepada umat-Nya
melalui nabi-nabi-Nya. Namun, "... pada zaman akhir ini Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, ...." (Ibrani
1:2). Yesus Kristus, Anak Allah dan Firman yang kekal itu "... telah
menjadi manusia dan diam di antara kita...." (Yohanes 1:14)

Dalam inkarnasi Yesus, Allah melintasi jurang pemisah antara surga
dan dunia ini. Ia menjembatani kesenjangan antara alam gaib dan alam
semesta ini. Ia melakukan semua ini untuk menyatakan diri-Nya kepada
kita. Seperti tertulis dalam Yohanes 1:18 "Tidak seorangpun yang
pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, ... Dialah yang
menyatakan-Nya." Kata "menyatakan-Nya" secara harfiah berarti
"menafsirkan" atau "meriwayatkan". Yesus Kristus adalah penafsir
Allah yang sempurna.

Di sini kita melihat cara Allah sendiri untuk mengontekstualisasikan
firman-Nya. Yang Mahamulia, yang Mahaagung, dan yang Mahasuci
menjadi sama dengan kita. Pribadi kedua dari Tritunggal mengambil
rupa manusia bagi diri-Nya sendiri, mengambil segala sesuatu
berhubungan dengan kemanusiaan yang sempurna, sehakikat dengan kita
sebagai manusia (Ibrani 2:14). Ia menyesuaikan diri dengan kita
supaya kita dapat memahami siapa Allah itu sebenarnya. Allah kita
adalah Allah yang rindu menampakkan diri-Nya kepada kita dengan cara
yang relevan.

Meskipun demikian, sebagai manusia Ia hidup tanpa dosa. "Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibrani 4:15b), sebab "di dalam
Dia tidak ada dosa" (1 Yohanes 3:5). Oleh karena itu, kita melihat
bahwa penyataan Allah dalam inkarnasi itu relevan dan tetap murni.
Puncak kerinduan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia diwujudkan
dalam kehadiran-Nya sendiri di antara manusia. Ia yang Mahasuci
bersedia memasukkan diri-Nya ke dalam kebudayaan manusia. Ia bahkan
menjadi manusia sejati yang berkomunikasi dengan masyarakat
lindungan-Nya sesuai dengan bahasa dan kebudayaan mereka.

Sebenarnya tujuan kontekstualisasi sama dengan tujuan inkarnasi
Yesus. Sama seperti Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui
kebudayaan Yahudi, demikian juga kita ingin menyatakan Allah kepada
suku-suku yang belum mengenal Yesus melalui kebudayaan mereka. Oleh
karena itu, kontekstualisasi merupakan suatu prinsip ilahi yang
diwujudkan dalam penjelmaan Yesus. Inkarnasi Yesus tidak hanya
memberi teladan kepada kita, tetapi juga memerintahkan kita untuk
mengikuti teladan-Nya: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian Aku
mengutus kamu!" (Yohanes 20:21)

Sidang di Yerusalem dan Kontekstualisasi

Persoalan yang terjadi pada sidang jemaat di Yerusalem dalam Kisah
Para Rasul 15 mengungkapkan persoalan-persoalan yang biasanya muncul
dalam pelayanan lintas budaya: hubungan antara kebudayaan dan Injil.
Dan keputusan yang diambil oleh jemaat yang mula-mula merupakan
suatu dasar yang kokoh untuk pelaksanaan kontekstualisasi.

Hal yang dibahas dalam sidang di Yerusalem merupakan arti Injil yang
sebenarnya. Mereka menggumuli syarat-syarat untuk keselamatan:
"Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan
kepada saudara-saudara di situ, 'Jikalau kamu tidak disunat menurut
adat-istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat
diselamatkan.'... 'Orang-orang yang bukan Yahudi harus disunat dan
diwajibkan untuk menuruti hukum Musa'" (Kisah Para Rasul 15:1,5).
Oleh karena itu, menurut golongan orang-orang Yahudi:
Injil + Sunat = Keselamatan.

Mereka merasa bahwa tidaklah cukup kalau orang Yunani hanya percaya
kepada Yesus saja; mereka juga harus mengikuti adat-istiadat orang
Yahudi. Namun Paulus dan Barnabas tidak setuju dengan rumusan ini:
"Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah
pendapat mereka itu." (Kisah Para Rasul 15:2a) Menurut golongan
Paulus: Injil + 0 = Keselamatan

Kenyataan yang sebenarnya ialah bahwa kita diselamatkan oleh iman
karena kasih karunia Allah (Kisah Para Rasul 15:7,9,11,14). Sidang
di Yerusalem meneguhkan pendapat Paulus dan Barnabas bahwa kita
diselamatkan oleh Injil dan hanya Injil saja. Orang Yunani tidak
harus menjadi seperti orang Yahudi atau mengikuti adat-istiadat
Yahudi untuk memperoleh keselamatan. Persoalan yang dibahas pada
sidang di Yerusalem dapat digambarkan sebagai berikut. Golongan
orang Yahudi percaya bahwa orang Yunani harus menjadi seperti orang
Yahudi untuk memperoleh keselamatan.

Golongan Paulus percaya bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani
diselamatkan hanya oleh iman. Mereka tidak usah meninggalkan
kebudayaan atau adat-istiadat mereka untuk diselamatkan, asalkan
mereka mau bertobat dan percaya kepada Yesus. Tersirat dalam
keputusan ini ialah suatu kebebasan yang diberikan kepada setiap
suku untuk mengungkapkan Injil itu dalam sarana kebudayaannya
sendiri. Kita tidak hanya diselamatkan tanpa mengikuti adat-istiadat
asing, tetapi juga boleh beribadah tanpa mengikuti adat-istiadat
asing.

Jadi, bagaimana orang dari latar belakang Kristen diselamatkan? Apa
yang harus dilakukannya kalau ia ingin diselamatkan? Ia harus
bertobat dan percaya kepada Yesus. Bagaimana dengan orang dari latar
belakang bukan Kristen? Apakah orang dari agama lain harus mengikuti
adat kekristenan tradisional untuk diselamatkan? Tidak. Semua orang
diselamatkan hanya oleh iman. Renungkan implikasinya. Apakah orang
Sunda harus mengikuti adat dan tradisi Batak kalau ia ingin
diselamatkan? Tidak! Apakah orang Jawa harus mengikuti adat dan
tradisi Tionghoa kalau ia ingin diselamatkan? Tidak! Namun, tanpa
disadari justru itulah yang terjadi, dan setiap gereja di Indonesia
dipengaruhi oleh adat Barat (karena kekristenan dibawa ke Indonesia
oleh penginjil yang memasukkan adat mereka sendiri), selain oleh
adat suku mayoritas anggota.

Kalau demikian halnya bagaimana caranya supaya orang dari latar
belakang bukan Kristen dengan adat/tradisinya dapat percaya tanpa
mengikuti adat atau tradisi suku lain? Kita harus mendirikan
jemaat-jemaat baru. Kita harus membentuk dan mengembangkan adat dan
tradisi yang alkitabiah, tetapi sesuai dengan adat serta tradisi
petobat baru. Sesuai dengan keputusan sidang di Yerusalem dan agar
kita dapat menjangkau sebanyak mungkin orang di Indonesia, kita
harus berusaha mendirikan jemaat-jemaat baru, jemaat-jemaat yang
"berakar di dalam Kristus dan erat berhubungan dengan
kebudayaannya."

Paulus di Athena: Penyampaian Injil yang Kontekstual

Dalam Kisah Para Rasul 17:22-34 ada suatu pemaparan yang menerangkan
penyampaian Injil yang kontekstual. Pada waktu itu Rasul Paulus
menginjili orang-orang terpelajar di kota Athena. Pada waktu itu,
kota Athena merupakan pusat para sarjana, cendekiawan, ilmuwan, dan
filsuf, sehingga kota ini terkenal sebagai kota untuk orang
berpendidikan tinggi dan pola berpikir maju. Rasul Paulus mulai
menginjili orang Athena di rumah ibadat Yahudi serta di pasar dengan
cara bertukar pikiran dan bersoal jawab dengan siapa saja yang
bersikap terbuka. Akhirnya Paulus diundang ke Areopagus, badan
cendekiawan yang berfungsi seperti Majelis Ulama Indonesia (Kisah
Para Rasul 17:16-21).

Paulus mulai memberitakan Injil dengan cara memuji mereka atas
kesungguhan mereka dalam beribadah: "Hai orang-orang Athena, aku
lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada
dewa-dewa." (ayat 22b) Ia mulai mendekati mereka dengan cara yang
sepositif mungkin dan berusaha menghindari konfrontasi. Setelah
memuji mereka, ia menemukan suatu jembatan supaya pesan yang
disampaikan dapat mencapai sasaran dan sekaligus relevan bagi para
pendengarnya: "Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan
melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah
mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang
kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu."
(ayat 23)

Perhatikan bahwa Paulus menjadikan sebuah mezbah -- bukan sebuah
patung berhala -- sebagai titik tolak. Rupanya, Allah yang berdaulat
sudah mempersiapkan orang Athena untuk menerima Injil melalui mezbah
ini. Paulus kemudian menyatakan bahwa tugas dan tujuannya ialah
memperkenalkan Allah yang tidak dikenal oleh mereka. Setelah itu,
Paulus menerangkan tentang Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara
manusia (ayat 24-27). Kemudian dalam ayat 28 ia memakai jembatan
lain. Ia mengutip syair mereka: "Sebab di dalam Dia kita hidup, kita
bergerak, kita ada seperti yang telah juga dikatakan oleh
pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga."

Kelihatannya Paulus percaya bahwa setiap kebudayaan atau agama
memunyai unsur-unsur kebenaran sehingga ia berani mengutip puisi
orang-orang Yunani yang disejajarkan dengan firman Allah. Ia
mengutip supaya berita yang disampaikan itu dapat diterima dan
dipahami sehingga Injil yang disampaikan menjadi relevan. Namun
pendekatan kontekstual ini bukan saja dimaksudkan untuk menyesuaikan
diri saja, melainkan juga untuk hidup di bawah hukum Kristus, yaitu
menantang hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Allah supaya Injil
tetap murni. Akhirnya Paulus mengakhiri penyampaian ini dengan
tantangan tentang pertobatan, penghakiman yang akan datang, dan
kebangkitan Yesus (ayat 30-31). Respons terhadap pemberitaan Paulus
ini bermacam-macam. Ada yang mengejeknya, ada yang ingin mendengar
lagi, serta ada beberapa yang percaya (ayat 32-34).

Ada satu hal lain yang menonjol dan harus ditekankan di sini.
Penyampaian kontekstual ini berpusatkan kepada Allah dan bukan
kepada Anak Allah. Paulus tidak keberatan kalau langkah awal dari
pendekatannya berpusat kepada Allah. Ia merasa tidak perlu langsung
menyinggung soal Yesus atau Anak Allah. Ia ingin memaparkan Injil
langkah demi langkah dan penekanannya selalu sesuai dengan
konteksnya. Misalnya, di Indonesia adalah lebih tepat kalau kita
lebih berpusat kepada Allah dalam pemberitaan Injil kita. Walaupun
pada akhirnya kita harus berani menantang semua orang supaya
bertobat dan percaya kepada Yesus, namun adalah lebih bijaksana dan
alkitabiah kalau penginjilan kita berpusat kepada Allah.

Ada ayat-ayat lain yang menunjang pendekatan yang berpusat kepada
Allah. Kadang-kadang Injil disebut sebagai Injil Allah (2 Korintus
11:7, 1 Tesalonika 2:2,8,9), jemaat disebutkan sebagai jemaat Allah
(1 Tesalonika 2:14, Kisah Para Rasul 20:28), dan Allah disebutkan
sebagai Juru Selamat kita (1 Timotius 1:1, Titus 1:3; 2:10; 3:4).
Marilah kita mulai lebih bersikap kontekstual dalam pemberitaan
kita. Marilah kita berusaha meniru teladan Rasul Paulus yang rajin
mencari dan menemukan jembatan-jembatan baru untuk penginjilan.
Marilah kita dengan penuh semangat menyampaikan Injil yang relevan
dan tetap murni.

Kristologi dan Kontekstualisasi

Persoalan yang paling penting dalam teologi, pelayanan, dan
penginjilan ialah jawaban terhadap pertanyaan ini: "Siapakah
sebenarnya Yesus Kristus itu?" Cara yang paling tepat untuk
menjawabnya ialah dengan mengerti dan merenungkan nama-nama sebutan
Yesus. Yesus digelari macam-macam sebutan, misalnya Nabi, Mesias
(Almasih), Firman, Imam, Guru, Juru Selamat dan lain-lain. Mengapa
demikian? Ada dua alasan.

Pertama, alasan teologis, yaitu pengertian tentang Yesus begitu kaya
dan mendalam sehingga satu atau dua sebutan saja tidak cukup. Yesus
ialah satu oknum atau pribadi yang luar biasa, yang tidak dapat
dipahami dari satu segi. Sebagai Nabi, Ia bersabda kepada kita;
sebagai Gembala, Ia membimbing kita; sebagai Juru Selamat, Ia
menyelamatkan kita; dan sebagai Raja, Ia memerintah dalam kehidupan
kita. Paulus menggarisbawahi alasan teologis dengan melukiskan Injil
yang disampaikannya sebagai "kekayaan Kristus yang tidak terduga"
(Efesus 3:8).

Kedua, alasan misiologis, yaitu para rasul dan penginjil yang
mula-mula memakai banyak nama sebutan supaya berita yang disampaikan
relevan dan dapat dipahami. Misalnya, sebutan "Imam Besar" hanya
dipergunakan dalam kitab Ibrani saja untuk melukiskan Yesus sebab
kitab Ibrani dikarang khusus bagi orang Yahudi. Dan menurut pola
berpikir orang Yahudi konsep "Imam" begitu bermakna sehingga sebutan
"Imam Besar" benar-benar membantu orang-orang Yahudi mengerti
siapakah Yesus sebenarnya.

Pengakuan pertama dalam Injil juga menggambarkan alasan misiologis
ini. Pengakuan dan pemberitaan bahwa "Yesus adalah Mesias" (atau
Kristus; Markus 8:29; Lukas 9:20; Kisah Para Rasul 5:42; 9:22;
17:2-3; 18:5, 28; 1 Yohanes 2:22) muncul dalam konteks Yahudi karena
mereka memiliki harapan agugn dalam Mesias. Selama berabad-abad
orang-orang Yahudi telah menantikan dan merindukan Mesias yang akan
datang sehingga penyampaian Yesus sebagai Mesias begitu relevan dan
menyentuh hati orang Yahudi.

Meskipun demikian, pemberitaan Yesus sebagai Mesias tidak begitu
berarti bagi orang Yunani. Sebaliknya, pengakuan kristologis, "Yesus
adalah Tuhan" (Kisah Para Rasul 10:36; 11:20; Roma 10:9; Filipi
2:11; 2 Korintus 12:3; 2 Korintus 4:5) begitu relevan dan bermakna
bagi orang Yunani sehingga lebih sering dipakai dalam konteks
Yunani. Pengakuan ini "menjadi jembatan bagi kekristenan untuk
memasuki dunia yang berbahasa Yunani, memasuki dunia orang kafir,
dan memasuki dunia proselit (orang-orang bukan Yahudi penganut agama
Yahudi).

Dr. V.H. Neufeld menyimpulkan penelitiannya tentang
pengakuan-pengakuan orang Kristen yang mula-mula sebagai berikut:
"'Kristus-homologia' [pengakuan bahwa Yesus adalah Kristus] lebih
relevan bagi orang Yahudi ... Kyrios-homologia (pengakuan bahwa
Yesus adalah Tuhan) lebih berarti terutama bagi orang Yunani."
Ada lebih banyak bukti lagi tentang kristologi dan kontekstualisasi.
Misalnya, Injil Yohanes pasal satu sangat kaya kristologinya. Dalam
pasal ini Yesus sedikitnya dilukiskan dalam 13 nama sebutan: Firman,
Allah (ayat 1); Terang (ayat 4); Manusia, Anak Tunggal Bapa (ayat
14); Yesus Kristus (ayat 17); Anak Domba Allah (ayat 29); Anak Allah
(ayat 34); Rabi/Guru (ayat 38); Mesias/Kristus (ayat 41); Anak Yusuf
(ayat 45); Raja Orang Israel (ayat 49); Anak Manusia (ayat 51)

Mengapa demikian? Nama-nama sebutan ini menyampaikan "kekayaan
Kristus yang tidak terduga". Perhatikan bahwa Yohanes tidak terpaku
kepada satu nama sebutan saja ketika menceritakan tentang Yesus.
Demikian juga dalam pemberitaan Petrus. Waktu Petrus menginjili
orang Yahudi ia memakai nama-nama sebutan yang paling relevan, yang
tidak bertentangan dengan pola berpikir orang Yahudi. Dalam Kisah
Para Rasul 3:11-20 Ia melukiskan Yesus sebagai: Hamba (ayat 13),
Yesus (ayat 13), Yang Kudus dan Benar (ayat 14), Pemimpin kepada
hidup (ayat 15), Mesias (ayat 18).

Kita dapat mengambil hikmat juga dari percakapan Yesus dengan
perempuan Samaria. Walaupun percakapan ini dilakukan dalam waktu
yang singkat, hal itu masih merupakan satu ilustrasi yang praktis
tentang penginjilan dan proses pengertian si penerima. Pada mulanya
perempuan ini mengakui bahwa Yesus adalah "nabi" (Yohanes 4:19).
Lalu, setelah mendengarkan Yesus lebih lama ia sadar bahwa Yesus
adalah "Mesias" (Yohanes 4:25-26, 29). Kemudian, sesudah Yesus
mengajar selama dua hari di situ, orang-orang Samaria mengakui bahwa
Yesus adalah "Juru Selamat Dunia" (Yohanes 4:39-42).

Jelas dalam cerita ini pengertian perempuan Samaria tentang Yesus
makin lama makin jelas. Gelar "Mesias" lebih kaya dan berarti
daripada gelar "nabi", sedangkan gelar "Juru Selamat Dunia" lebih
luas dan mendalam lagi. Demikianlah proses kontekstualisasi itu!
Begitu banyak nama sebutan Yesus dipakai dalam Perjanjian Baru.
Mengapa gereja-gereja kita cenderung memakai hanya beberapa nama
sebutan saja? Nama-nama sebutan Yesus Kristus, Tuhan Yesus, dan Anak
Allah ialah sebutan yang paling disenangi umat Kristen di Indonesia.
Padahal, justru gelar-gelar tersebut bertentangan dengan ajaran
agama orang bukan Kristen yang ada di sekitarnya.

Meskipun akhirnya kita harus memberitakan "seluruh maksud Allah"
(Kisah Para Rasul 20:27), namun adalah lebih bijaksana, lebih
berhasil, dan lebih alkitabiah kalau kita memulai penyampaian Injil
kita dengan mengetengahkan nama-nama sebutan yang paling relevan dan
mudah dipahami. Misalnya, gelar "Nabi" dan "Mesias" merupakan dua
gelar yang dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menjangkau orang
luar. Agama mayoritas di Indonesia mengakui bahwa Yesus (dalam
bahasa Arab, Isa) adalah nabi. Juga dalam Kitab Suci mereka, Isa
digelari "Almasih", (Mesias dalam bahasa Arab). Kebanyakan pemeluk
agama mayoritas di Indonesia belum mengerti apa artinya sebenarnya
dari "Almasih". Walaupun demikian, karena nama sebutan ini terdapat
dalam Kitab Suci mereka, maka lebih baik kalau kita memulai dengan
nama sebutan yang ada dan menjelaskan artinya kepada mereka. Inilah
cara yang dipakai dalam Perjanjian Baru.

Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa kristologi dalam
Perjanjian Baru begitu meneguhkan pentingnya pelaksanaan
kontekstualisasi.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Pelayanan Lintas Budaya dan Kontekstualisasi
Penulis: Budiman R.L.
Penerbit: Tidak dicantumkan
Halaman: 14 -- 29
______________________________________________________________________
SUMBER MISI

THE 30-DAYS PRAYER NETWORK
==> http://www.30-days.net

The 30-Days Prayer Network merupakan situs doa internasional. Situs
ini berisi panduan doa, sekaligus ajakan bagi umat Kristiani untuk
mendoakan semua orang di seluruh dunia yang menjalankan ibadah puasa
(30 hari sebelum Hari Lebaran). Jaringan doa internasional ini
dimulai dari sekelompok pemimpin Kristen yang berdoa dalam pertemuan
di Timur Tengah pada April 1992. Tuhan menaruh kerinduan di hati
setiap orang berdoa bagi sebanyak mungkin kaum sepupu untuk
diselamatkan dan mendapatkan panggilan mengikuti Yesus. Komunitas
ini memutuskan untuk berpartisipasi secara aktif memberikan
penegasan tentang kebenaran dan kasih karunia: Kristus menuju
hubungan dengan kaum sepupu. Anda dapat berlangganan buklet yang
sudah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa, (termasuk bahasa Indonesia)
atau mengunduh langsung buklet PDF gratis. Selain itu, Anda juga
dapat memberikan dukungan baik berupa doa, daya, dan dana. Selamat
berkunjung. (DW)
______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

I N D I A
Sebelumnya, kami telah memberitakan kisah mengenai delapan pekerja
misi yang ditangkap ketika menghadiri pelatihan untuk Year-Long
Children's Bible Clubs. Akan tetapi, penangkapan dan perpanjangan
persidangan seperti ini tidak menjadi hambatan untuk melatih
pemimpin yang lebih banyak lagi.

DS dari Mission India yang berbasis di Grand Rapids, Michigan
mengatakan bahwa klub-klub Alkitab tersebut telah menyebar ke
seluruh India dan membuat kebangunan rohani: "Staf-staf kami di
India melatih orang-orang di setiap wilayah India -- baik utara
maupun selatan. Ada gerakan besar kepada Tuhan di sini dan tampaknya
terjadi di mana-mana secara bersamaan."

Anak-anak bisa mendengar tentang Kristus di klub yang berlangsung
setelah sekolah ini. Banyak yang menyerahkan hidup mereka kepada-Nya
dan menuntun keluarga mereka kepada Kristus: "Kami tidak menolong
pemimpin-pemimpin India masa depan: kami menolong pemimpin-pemimpin
India saat ini. Pemimpin adalah orang yang memunyai pengaruh. Nah,
anak-anak memunyai pengaruh dalam keluarga mereka." DS mengatakan
keluarga-keluarga ini mengubah seluruh komunitasnya: "Ratusan kuil
ditutup, dan ratusan gereja dibangun." (t/Uly)

Sumber: Mission News, Juni 2010
[Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/14421]

Pokok doa:
* Mengucap syukur untuk pelatihan Children's Bible Clubs yang telah
membawa banyak anak untuk mengenal Kristus. Doakan agar pelatihan
serupa juga bisa dilaksanakan di negara-negara lainnya.
* Berdoa bagi anak-anak yang telah mengikuti pelatihan Children's
Bible Clubs, agar bisa menjadi berkat bagi orang-orang yang ada di
rumah mereka.

I N T E R N A S I O N A L
Southerm Babtist Convention (SBC) mulai menerapkan sistem yang
menolong para pendeta mengadopsi anak. Bethany Christian Services
(BCS) juga turut terlibat dengan menawarkan bantuan yang diperlukan.
Anak-anak yatim piatu membutuhkan orang tua asuh untuk membimbing
mereka. Oleh karena itu, orang percaya dapat ambil bagian untuk
menolong dengan cara mengadopsi mereka. Inisiatif dari SBC maupun
BCS ini diharapkan dapat mendorong dan melunakkan hati jemaat untuk
mengadopsi anak yatim piatu. (t/Uly)

Sumber: Mission News, Juni 2010
[Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/14399 ]

Pokok doa:
* Doakan agar Tuhan menggerakkan lebih banyak orang percaya untuk
bersedia mengadopsi dan membimbing anak-anak yatim piatu.
* Doakan juga agar anak-anak yang diadopsi bisa mendapatkan orang
tua angkat yang mengasihi Tuhan.
______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

GAGAL BERDISKUSI, LAGI-LAGI GEREJA DITUTUP

Setelah perundingan antara pemerintah Indonesia dan perwakilan
sebuah gereja di daerah Bekasi gagal, pemerintah resmi menutup rumah
yang berfungsi sebagai tempat jemaat bersekutu tersebut.

Pada tanggal 20 Juni, pemerintah Bekasi menyegel tempat itu. Seorang
pejabat pemerintahan kota mengakui bahwa tindakan tersebut diambil
karena tekanan dari organisasi-organisasi tertentu yang marah atas
meluasnya pengaruh Kristen. Pemerintah menutupnya dengan meletakkan
tanda di depan bangunan yang menyatakan bahwa daerah tersebut
melanggar ketetapan daerah, izin, serta peraturan-peraturan
konstruksi bangunan.

[Selengkapnya: http://www.compassdirect.org/english/country/indonesia/22451]

POKOK DOA:

1. Doakan agar pemerintah daerah dan pusat, segera mengambil
tindakan yang bijaksana untuk menyelesaikan kasus penutupan
gereja di kota Bekasi ini.

2. Doakan agar Tuhan menjaga hati jemaat setempat agar tidak mudah
terpancing emosi, karena gereja mereka yang ditutup.

3. Doakan agar Tuhan menjamah hati aparat pemerintah yang bertugas
dalam perizinan pembangunan tempat ibadah, supaya mereka lebih
teliti dan tegas sehingga tidak lagi terjadi kasus yang serupa.

4. Berdoa agar kasus penutupan gereja tidak menjadi isu yang merebak
dan menggelisahkan masyarakat beragama minoritas.

5. Berdoa agar Tuhan memberi hikmat kepada masyarakat Indonesia agar
tidak mudah diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin
mengambil keuntungan pribadi/kelompok.
______________________________________________________________________
Anda diizinkan menyalin/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
_________________________________________________Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar